VIVAnews - Program revitalisasi pabrik pupuk disinyalir terhambat persyaratan perbankan.
"Bank sebenarnya setuju membiayai, tapi mematok persyaratan tentang jaminan suplai gas," kata Menteri Perindustrian Fahmi Idris usai Breakfast Meeting "Penyelarasan Kebijakan Perpupukan Nasional Menuju Kemandirian Pangan Yang Berkelanjutan" di kantor Depperin Gatot Subroto Jakarta, Rabu, 6 Mei 2009.
Perbankan, kata Fahmi, mensyaratkan harus ada jaminan dari BP Migas atau Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral tentang jaminan suplai gas.
"Hal itu akibat produksi pupuk yang menggunakan gas tidak seperti produk berbahan baku minyak. Kalau minyak bisa disimpan lama, sementara gas, begitu suplainya keluar harus segera didistribusikan," ujarnya.
Sementara itu, BP Migas atau Departemen ESDM cenderung sulit mengeluarkan jaminan jika produksi pupuk masih tidak menentu. "Sehingga, perlu ditata ketepatan produksi pupuk pada pabrik yang akan direvitalisasi agar sumur bisa segera diaktifkan," kata Fahmi.
Departemen Perindustrian menjalankan program tersebut mengingat beberapa pabrik pupuk sudah berumur lebih dari 20 tahun dengan tingkat efisiensi masih rendah, di mana konsumsi gas bumi di atas 30 MMBTU (juta British thermal units) per ton.
Pabrik pupuk yang akan direvitalisasi di antaranya, tiga pabrik pupuk Pusri dari kapasitas 1,71 juta ton per tahun menjadi 2,72 juta ton per tahun, satu pabrik pupuk Kaltim dari kapasitas 0,7 juta ton menjadi 1,15 juta ton, satu pabrik pupuk Kujang dari kapasitas 0,55 juta ton
menjadi 0,91 juta ton, satu pabrik baru PT PKG dengan kapasitas 0,57 juta ton, dan pembangunan lima pabrik NPK yang masing-masing produsen dengan kapasitas 200 ribu ton per pabrik setiap tahun.
Untuk mendukung revitalisasi pabrik pupuk, kebutuhan gas bumi meningkat dari 793 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2010 menjadi 1,182 MMSCFD.