Kebijakan Giro Wajib Minimum Perbaiki Likuiditas Perbankan

Ilustrasi/Perbankan nasional
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Bank Indonesia mulai semester II-2017 bakal menerapkan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging. Kebijakan ini merupakan kebijakan makro prudensial bank sentral, dalam rangka menjamin likuiditas perbankan nasional.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menilai, di tengah ketatnya likuiditas perbankan, kebijakan tersebut diharapkan mampu mendorong perbaikan likuiditas perbankan nasional, sejalan dengan program tax amnesty pemerintah.

"Kami harapkan likuiditasnya semakin membaik, meskipun tantangan likuiditas semakin meningkat," kata Josua, Kamis 24 November 2016.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

Melalui GWM Averaging, Josua memandang, kewajiban bank dalam menaruh simpanan di giro BI akan dihitung secara rata-rata per periode. Dengan begitu, akan memberikan ruang fleksibilitas bagi perbankan dalam mengelola likuiditas.

Dis amping itu, GWM Averaging dapat menjadi instrumen bagi industri perbankan dalam negeri, dalam menghadapi ketatnya likuiditas jelang kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akhir tahun ini.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

"Arah kebijakan suku bunga AS diperkirakan cukup agresif. Ini antisipasi dari BI untuk memberikan fleksibilitas bagi perbankan,” katanya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, dalam Pertemuan Tahunan BI beberapa waktu yang lalu secara resmi memperkenalkan GWM Averaging, yakni penghitungan simpanan minimum bank pada giro BI secara rata-rata per periode.

Saat ini, rasio GWM Primer atau simpanan minimum bank dalam rupiah atau valuta asing sebesar 6,5 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Sebelum berlaku, maka bank setiap waktu harus menaruh 6,5 persen dari total DPK. Untuk jangka waktu periode GWM Averaging sendiri, adalah dua pekan rata-rata.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya