Hindari Konversi Lahan Pertanian, Insentif Disiapkan

Para petani memotong padi saat panen raya serentak beberapa waktu silam di Buloh Beureughang, Kuta Makmur.
Sumber :
  • ANTARA/Rahmad

VIVA.co.id – Pemerintah melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution berencana memberikan insentif kepada petani, pengusaha, dan Pemerintah Daerah untuk mencegah terjadinya konversi lahan persawahan, mengingat lahan pertanian Indonesia hanya 33 persen dari total wilayah yang ada.  

Dukung UMKM Indonesia, BRI Gelar Pesta Rakyat Simpedes

"Tadi (diskusikan) masalah pertanian abadi, sawah abadi. Bagaimana kita buat kebijakan, supaya tidak terjadi konversi sawah semakin ini (besar), itu masalahnya," kata Sofyan, saat ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perkonomian Jakarta pada Senin malam, 28 November 2016.

Sofyan menyebutkan, insentif dan disinsentif menjadi wacana solusi yang terus dimatangkan untuk atasi keterbatasan lahan pertanian. Aturan pemberian insentif dan disinsentif akan ditujukan kepada pemilik lahan tani dan pengusaha. 

Ingin Lamongan Jadi Kabupaten Lengkap, Menteri Hadi: Ini Cara Saya Gebuk Mafia Tanah

Insentif, atau disinsentif kepada pemilik lahan tani supaya pemilik ini tetap dapat mempertahankan lahan pertanian abadi, sawah abadi dengan baik. "Kepada pemilik sawah misalnya mengurangi pajak dan lain-lain," ujarnya. 

Lalu, insentif atau disinsentif kepada pengusaha supaya dapat membangun kawasan industri berkembang di daerah-daerah, dengan catatan pengembangan industri tidak mengurangi jumlah lahan persawahan yang ada.

Dirut BRI Ungkap 2 Faktor yang Bisa Selamatkan Indonesia dari Resesi di 2023

Kemudian, direncanakan Pemerintah Daerah juga mendapatkan insentif fiskal untuk mengembangkan daerah kawasan perumahan dan mengembangkan kawasan industri bukan di sawah. 

"Insentif lainnya, misalnya kalau Pemda mau buat kawasan industri, disediakan dan dibantu DAK (Dana Alokasi Khusus). Supaya kawasan industri berkembang. Kalau tidak, daerah akan konversi yang paling dekat dengan jalan. Biasanya yang paling dekat degan jalan adalah sawah. Padahal, kita ada UU menjamin sawah abadi, pertanian abadi," tuturnya. 

Penerapan program sawah abadi ini diyakininya tidak akan mengganti rencana tata ruang wilayah. Hanya saja, diharapkan Pemerintah Daerah juga dapat mendukung rencana tersebut dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda). 

"Karena, kalau satu sawah diubah jadi industri kan jadi lebih mahal, perumahan jadi lebih mahal. Itu yang harus dilarang, UU melarang. Kemudian, diserahkan kepada Pemda (Pemerintah Daerah) untuk bikin Perda. Tetapi, banyak Pemda enggak mau bikin Perda," tuturnya.

Ia mengatakan, Indonesia sedang mempertimbangkan meniru cara Jepang, untuk memberikan insentif, supaya peningkatan hasil pertanian dapat tercapai dengan mempertahankan pertanian abadi dan sawah abadi. Namun, dampaknya di Jepang harga beras menjadi sangat tinggi. 

"Pengalaman Jepang, kan disubsidi habis-habisan (sektor pertanian), sehingga di Jepang, harga beras jadi sangat tinggi. Karena ingin amankan sawah, sehingga di Tokyo pun ada sawah. Itu masih wacana nanti dirumuskan kebijakannya," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya