Awasi Rokok Ilegal Lebih Mendesak dari Naikkan Cukai

Ilustrasi pabrik rokok.
Sumber :

VIVA.co.id – Desakan agar pemerintah berhati-hati dalam menentukan tarif cukai rokok pada tahun fiskal 2018 terus bergulir. Terlebih lagi, kebijakan ini bakal menghantam pelaku usaha khususnya di sektor industri. 

Revisi PP Tembakau Dianggap Ancam Pemasukan Industri Periklanan dan Kreatif

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Willem Petrus Riwu, mengatakan, dampak dari kenaikan cukai ini tidak hanya menghantam pelaku usaha dengan skala kecil tapi juga pabrikan-pabrikan rokok besar. 

"Dalam situasi seperti ini, menurut saya jangan dulu cukai dinaikkan, lebih baik ditunda dulu," ujar Willem dikutip dari keterangannya, Selasa 29 Agustus 2017.

Cukai Rokok Naik Langsung 2 Tahun, Kemenkeu: Perintah Jokowi Supaya 2024 Tak Gaduh

Pada 2018, industri yang selalu menjadi salah satu penyumbang utama penerimaan negara ini, diperkirakan mengalami penurunan produksi sebesar tiga persen, dari 331,7 miliar batang menjadi 321,9 miliar batang rokok. 

Willem mengatakan, otoritas terkait sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap rokok ilegal yang beredar di dalam pasar domestik ketimbang menaikkan cukai. Upaya itu dinilai akan membuat keadilan bagi industri ini bisa terpenuhi. 

Petani Tembakau Khawatir Kenaikan Cukai Rokok Bikin Serapan Turun

“Agar mereka yang sudah patuh mendapat keadilan. Bukannya malah mereka yang taat semakin ditekan dengan kenaikan tarif,” ujarnya.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Rokok Malang (Gaperoma), produksi rokok legal turun 15 persen akibat perdagangan rokok ilegal. Situasi ini ditegaskan harus menjadi perhatian pemerintah.

Ancam penerimaan negara

Pemerintah memasang target penerimaan cukai rokok senilai Rp148,2 triliun di dalam RAPBN 2018. Angka itu melonjak 4,8 persen dibandingkan dengan target penerimaan cukai hasil tembakau pada APBN-P 2017 berdasarkan perhitungan basis penerimaan 11,5 bulan.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mengingatkan, kenaikan cukai rokok yang terlalu tinggi di atas daya beli dapat membuat penerimaan negara di bidang ini berpotensi tidak tercapai. 

Dia menggambarkan, kenaikan tarif cukai rokok eksesif sebesar 15 persen secara rata-rata tertimbang pada 2016, telah menyebabkan produksi rokok turun sebesar 1,8 persen atau setara dengan 6 miliar batang, menjadi 342 miliar batang. 

Akibatnya, pada tahun itu, realisasi penerimaan cukai rokok menyentuh titik terendah, yaitu sekitar 97 persen dari target. Padahal, sebelumnya, realisasi penerimaan cukai rokok selalu melampaui target. 

Bahkan, pada 2017, kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,5 persen secara rata-rata tertimbang, telah menyebabkan volume produksi rokok anjlok sebesar enam persen pada semester pertama.

"Jadi, pemerintah harus memiliki perhitungan yang benar untuk meredam laju penurunan industri, demi menjaga stabilitas penerimaan negara yang berkelanjutan," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya