- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA.co.id – Bank Indonesia dalam waktu dekat segera menerbitkan regulasi yang mengatur secara komprehensif mengenai batas atas dan batas bawah biaya isi ulang uang elektronik. Sampai saat ini, bank sentral tengah memfinalisasi aturan tersebut.
Lantas, apa alasan BI mulai menerbitkan aturan pengenaan biaya pengisian ulang uang elektronik?
“Selama ini banyak yang mengenakan tarif, mulai dari Rp2 ribu sampai dengan Rp4 ribu. Ada juga yang Rp6 ribu,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo, Jakarta, Selasa 19 September 2017.
Agus menjelaskan, selama ini pengisian ulang uang elektronik yang menggunakan fasilitas di luar bank penerbit, atau mitra bank penerbit seperti convenience store, atau halte bus, tidak memiliki batasan. Maka dari itu, bank sentral akan menyeragamkan tarif yang dikenakan.
“Kalau diperhatikan, top up menggunakan fasilitas lain biayanya sangat beragam. Ini perlu diselaraskan. Misalnya, nanti tarif semua menjadi Rp1.500, maka tidak boleh lebih dari itu,” kata mantan Menteri Keuangan itu.
BI, ditegaskan Agus, pun akan membatasi jumlah top up dengan nominal tertentu yang akan dikenakan biaya. Sebab, berdasarkan catatan otoritas sistem pembayaran, hampir 96 persen rata-rata pengguna uang elektronik melakukan isi ulang rata-rata Rp200 ribu untuk satu kali isi ulang.
“Jadi, kami yakinkan, kalau mau top up di bawah itu harus nol rupiah. Kalau jumlah top up di atasnya, baru diperbolehkan,” katanya.
Tingkatkan Inklusi Keuangan, Bank Mandiri Hadirkan e-money Edisi Khusus Nusantara
Bank Mandiri bersama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) mengenalkan kartu uang elektronik atau e-money edisi khusus Nusantara dalam perhelatan Nusantara Fair 2024.
