Kisah Bocah Keranjang, Ikut Ayah Jualan Ikan Hias

Bocah keranjang
Sumber :

VIVAnews - Tak peduli siang maupun malam, hujan atau pun terik, Darmawan Santoso bocah berusia 2,5 tahun ini setia mendampingi sang ayah, Sapto Sunardo, 48 tahun, berjualan.

Keseharian Sapto berdagang ayam dan ikan hias keliling. Sapto mengayuh sepedanya untuk menjual burung maupun ikan hias.

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Biasanya dia menjajakan barang dagangannya di kawasan Jalan Ampera. Kadang-kadang ia juga berjualan di Kemang. Segala peralatan jualannya, termasuk kandang burung dan wadah ikan, ditaruh di boncengan belakang sepeda.

Di depan sepedanya dilengkapi keranjang kecil lengkap dengan bantal, kain, kasur, musik radio dan perlengkapan lain. Ya, tempat yang dibuat senyaman mungkin itu untuk buah hatinya, Darmawan. Tentunya dibuat tali pengaman, agar anaknya tetap aman. Anak bungsu dari 5 bersaudara ini rupanya memang paling senang ikut sang ayah berjualan. Meski sedang sakit sekalipun.
           
Dari mulai tidur, istirahat hingga minum susu si kecil Darmawan banyak menghabiskan waktunya di keranjang berukuran tak lebih dari 50 sentimeter. Keranjang  itu sebetulnya jauh dari aman.

"Dia memang selalu ikut saya jualan, nggak tega kalau saya tinggal di rumah. Ibunya juga jualan keliling, ya dagang susu fermentasi. Mungkin karena keranjang sepeda saya lebih, ketimbang ibunya, makanya ikut saya terus," ucap Sapto saat ditemui di rumah kontrakannya di Jalan Damai Rt 04 Rw 02, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jumat 17 Mei 2013.     

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Kata Sapto, anak bungsunya itu belum lama ini sakit. Karena biaya berobat mahal, maka ia pun hanya mengandalkan obat tradisional seadanya. Maklum, selain penghasilan yang pas-pasan, Sapto juga harus memikirkan nasib keempat anaknya yang lain, yang semuanya masih sekolah. Lagipula, kata Sapto, anaknya hanya sakit demam. Tidak perlu obat dari dokter yang harganya tidak murah.
           
"Keempat kakaknya kan sekolah, ya saya harus pintar-pintar sisihkan uang. Kalau lagi laku dagangan, saya bisa pulang bawa seratus ribu. Kalau nggak ada yang laku, ya paling cuma sepuluh ribu. Tapi saya selalu bersyukur, saya nggak mau meminta-minta meski keadaan saya seperti ini," ucapnya.

Meski kondisinya seperti itu, Sapto tidak pernah mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Apalagi meminta-minta. Buatnya pantang tangan di bawah.

5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?

Sapto dan istrinya, Yunita Erawati (43 tahun) memiliki lima orang anak. Mereka masing-masing, Jayadi Zakaria (15 tahun) kelas 3 di SMKN 41 Jakarta,  Azis Darmanto kelas 1 di SMKN 41 Jakarta, Sawali Rizki Saputro kelas 3 di SDN 03 Petang, Ayuni Safitri kelas 1 di SDN 03 petang dan si bungsu Darmawan Santoso 2,5 tahun.  
           
Sapto dan istrinya sebetulnya pernah mengenyam pendidikan dibangku kuliah. Namun karena tak ada biaya, sepasang suami istri ini pun hanya bisa pasrah. Sapto sendiri mengaku pernah kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Ia mengambil jurusan pertamanan di tahun 1986. Sedangkan istrinya, Yunita Erawati, pernah berkuliah di Universitas IISIP Jakarta sekitar tahun 1989. Saat itu, jurusan-nya bernama Ilmu Penerangan yang saat ini menjadi Ilmu Jurnalistik. (eh)

Gedung Kejaksaan Agung

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Koordinator TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia), Petrus Salestinus mengingatkan kepada Kejaksaan Agung agar tidak itu tidak menjadi bahan santapan para pejabat. Sebab,

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024