Sutiyoso: Saat Rusuh 27 Juli, Kiemas Punya Keputusan Bijak

Proses Pemakaman Taufik Kiemas
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, menilai Taufiq Kiemas sebagai sosok yang cenderung merangkul lawan dalam berpolitik. Hal itu, menurut dia, satu di antara prinsip politik yang layak diteladani dari ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu.
Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

"Tidak pernah menjegal lawan, selalu dia rangkul semuanya. Ini yang harus kami teladani," kata Sutiyoso di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Minggu 9 Juni 2013.
Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Sutiyoso terkesan prinsip politik itu tetap dipegang saat berposisi saling berseberangan. "Di mata beliau, politik itu mulia, sehingga tidak pernah menjegal lawan politik, meski posisinya dalam oposisi," ucap ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu.
5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?

Dia mencontohkan penerapan prinsip merangkul lawan itu saat 27 Juli 1996, ketika kantor DPP PDI diserang oleh PDI kelompok Suryadi. Saat kejadian itu, Kiemas dinilai memiliki keputusan yang sangat bijak, walaupun dalam kondisi diserang.

"Saya kenal almarhum, waktu itu, suasana politik lagi panas. Pada saat kerusuhan 27 Juli 1996, almarhum berprinsip pokoknya diamankan. Cara politiknya almarhum tidak pernah jegal lawan, selalu rangkul semuanya," ujar Sutiyoso.

Saat itu, Sutiyoso menjadi panglima Kodam Jaya. Ketika itu, permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat yang kini menjadi kewenangan penuh kepolisian, masih diampu Tentara Nasional Indonesia. 

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menganggap Kiemas sebagai guru politiknya. Dia mengaku pertama kali belajar berpolitik dari almarhum pada 1999.

Sempat ditawari Kiemas masuk ke DPC PDIP Belitung Timur, Ahok memilih untuk bepolitik di partai lain. "Waktu itu teman-teman bilang ke saya, karena Bu Mega jadi presiden ya. Saya pun tidak jadi masuk PDIP," ucap Ahok di TMP Kalibata.

Ahok mengaku beberapa kali berkonsultasi dan minta dukungan Kiemas sejak merintis karier politiknya di Belitung. Ketika itu, Ahok hendak maju sebagai calon bupati Belitung Timur, namun PDIP memiliki calon lain.

"Karena waktu di Belitung ada kader lain di PDIP yang lebih unggul. Ya sudah, saya pakai partai yang kecil-kecil saja. Tapi, kalau sudah jadi di-backup abang saja. Saya selalu minta dukungan kepada Pak Taufiq," ucapnya.

Kesan lebih dalam dirasakannya saat maju dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta berpasangan dengan Joko widodo. Dia dan Jokowi diusung PDIP, di mana Kiemas menjadi ketua dewan pertimbangan partai itu. 

"Saya sama Pak Jokowi jadi gubernur dan wakil gubernur karena beliau. Karena sosialisasi dari beliau terus-menerus. Terutama, dia memberikan pengertian yang baru. Menjadikan seorang sebagai kepala daerah itu bukan dari suku. Tapi, dari rekam jejak," ucapnya. (art)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya