Ormas Wanita Muhammadiyah: Tes Keperawanan Sesat Nalar

Menjadi seorang guru.
Sumber :
  • naszeblogi.pl
VIVA.co.id
Sayembara Aneh untuk Mahasiswi Perawan Berhadiah Beasiswa
– Gagasan tes keperawanan di Kabupaten Jember terus menuai penolakan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam. Salah satunya dari organisasi wanita Muhammadiyah, yakni Aisyiyah Jawa Timur.  

WGAT: Tes Keperawanan TNI Sakiti Wanita

Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur, dr. Esty Martiana Rachmie, mengatakan, ide tes keperawanan yang akan dimasukkan dalam Peraturan Daerah (Perda) perilaku terpuji (akhlakul karimah), jelas sesat nalar. Sebab keperawanan seorang perempuan bukan ukuran atau tolok ukur moralitas.
Tes Keperawanan Prajurit TNI, Pelecehan atau Kehormatan?


“Ide itu jelas tidak pada tempatnya. Sebab hilangnya keperawanan perempuan tidak mesti karena hubungan seks. Bisa karena jatuh dan bergerak terlalu keras,” ujar Esty kepada
VIVA.co.id
di Surabaya Kamis, 12 Februari 2015.


Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu menjelaskan, dalam organ intim perempuan terdapat selaput tipis yang mengelilingi lingkaran vagina wanita muda. Hymen (selaput dara) dapat berupa berbagai bentuk. Selaput dara paling umum adalah berbentuk seperti setengah bulan. Bentuk ini memungkinkan darah menstruasi dapat mengalir keluar dari vagina gadis.


“Jika hymen ini robek dan berubah maka dikatakan tidak perawan. Robeknya hymen bisa karena hubungan intim, jatuh, atau bergerak ekstrem. Jadi, kalau tes perawan itu diterapkan, jelas sesat nalar dan melanggar HAM. Perempuan yang hymennya robek karena jatuh bisa dituduh tidak perawan,” katanya


Esty juga menjelaskan bahwa tes keperawanan cukup mudah dilakukan, yaitu dengan pengamatan mata pada struktur vagina sudah bisa melihat hymen itu sudah robek dan berubah atau belum.


“Tapi dokter pun tidak mau lakukan tes keperawanan tanpa permintaan pribadi orang tersebut atau atas perintah polisi dalam kepentingan visum penyelidikan,” katanya.


Degradasi moral


Dalam pro dan kontra wacana tes keperawanan di Jember, Esty bisa memaklumi latar belakang yang menjadi dasar sehingga ide itu muncul. Sebab Kabupaten Jember dengan penduduk terpadat kedua di Jawa Timur setelah Surabaya tengah mengalami degradasi moral di kalangan pelajar.


“Tapi tidak bisa dengan tes keperawanan. Harus ada evaluasi menyeluruh mulai dari keluarga, institusi pendidikan, dan lembaga keagamaan di sana. Di Jember itu terkenal religius, tapi mengapa moral pelajarnya makin merosot. Harus dipikirkan itu pendampingannya,” katanya.


Menurut Esty, keluarga masih menjadi solusi sebagai fondasi anak-anak. Sebab keluarga sakinah adalah cerminan bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. “Pemerintah Kabupaten Jember harus instrospeksi apakah segala upaya sudah dilakukan untuk menata moral masyarakatnya,” katanya.



Baca berita lain:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya