KPK: Baca Utuh, Putusan MK Bukan untuk Pidana Khusus

Pelantikan Pimpinan KPK sementara, Jumat 20 Februari 2015
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id -
DPR Mau Tambah Posisi Wakil Ketua MKD
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak khawatir dengan putusan Mahkamah Konstitusi soal uji materi pasal 245 Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Meskipun dalam putusannya, MK mengharuskan penegak hukum yang ingin memeriksa anggota DPR harus izin ke Presiden.

Daftar RUU yang Telah Disahkan DPR di Masa Sidang V

"Dibaca utuh dulu. Itu terbatas hanya untuk pidana umum, bukan pidana khusus seperti Tipikor," kata Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, kepada
Soal Blok Masela, Semua Pihak Harus Turuti Presiden
VIVA.co.id, Rabu 23 September 2015.


Karena itu, putusan MK itu tidak akan memengaruhi KPK dalam mengusut sebuah kasus. Misalkan kasus itu melibatkan anggota DPR, atau lainnya.


"KPK hanya tangani tipikor sebagai tindak pidana khusus. Jadi, enggak akan berdampak pada KPK kok," ujar Indriyanto.


MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian atas uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Gugatan menyangkut mekanisme pemeriksaan anggota DPR apabila tersangkut kasus pidana.


Dalam putusannya, Mahkamah mengubah frasa dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 yang mulanya persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diubah menjadi persetujuan tertulis dari Presiden. Sehingga, penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan pidana kini harus mendapat persetujuan dari Presiden secara tertulis.


Permohonan ini diajukan oleh Supriyadi Widodo Eddyono sebagai advokat (pemohon I) dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana (pemohon II). Mereka menggugat Pasal 245 UU MD3.


Pasal 245 ayat (1) UU MD3 mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Pada pasal ini, ia menggugat norma perlunya persetujuan tertulis dari MKD.


Lalu, Pasal 245 ayat (2) UU MD3 menyebutkan dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan MKD paling lama 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan. Pada pasal ini, pemohon menggugat soal jangka waktunya yang terlalu lama, sehingga dianggap akan memperlambat proses peradilan.


Selanjutnya, pada Pasal 245 ayat (3) UU MD3 diatur ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku bila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau terhadap kemanusiaan dan keamanan negara, dan disangka melakukan tindak pidana khusus. Pada aturan ini pemohon berpendapat MKD merupakan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan langsung pada sistem peradilan pidana. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya