Ada 'Bom Waktu' Mengerikan di Balik Transportasi Online

Tulus Abadi
Sumber :
  • Antara/ Andika Wahyu

VIVA.co.id – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyoroti popularitas layanan transportasi online. Salah satu yang membuat layanan baru ini melejit adalah penawaran harga murah.

Nyerah karena COVID-19, Aplikasi Transportasi Online Pilih PHK Massal

Tulus berpandangan harga murah tersebut membuat konsumen dimanjakan. Artinya, konsumen makin banyak pilihan layanan transportasi, selain angkutan umum konvensional. Kemudian Tulus juga menganalisa kenapa layanan yang dibesut Gojek, Grab Bike, Grab Car sampai Uber bisa memasang harga miring.

"Kenapa? Selama ini diakui sektor transportasi kita terlalu inefisiensi. Ada banyak pungli (pungutan liar) sampai triliunan. Nah tarif mahal itu karena masih tingginya pungli di transportasi," kata Tulis dalam talk show Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa malam, 22 Maret 2016.

Grab 'Bakar Duit' Rp7 Triliun di Vietnam, Takut Disalip Gojek

Nah tarif mahal tidak muncul dalam layanan transportasi online karena, kata Tulus, pada sektor ini tidak muncul pungli seperti pada sektor konvensional.

Untuk membuat persaingan harga transportasi online bisa lebih seimbang dengan transportasi konvensional, Tulus mengusulkan agar pemerintah bisa memajaki transaksi konsumen dan provider.

Pesaing Gojek dan Grab Janji Tidak Menaikkan Tarif saat 'Rush Hour'

"Pemerintah bisa masuki ini. Berapa ribu transaksi yang bisa dipajaki di situ. Ini dipakai agar tarif tidak jomplang dengan transportasi konvensional," ucapnya.

Cara lainnya, pemerintah juga bisa segera dengan konsisten menerapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar. Dengan diterapkan kebijakan ini, maka layanan transportasi online bisa dikenai biaya tertentu saat melewati jalan yang ditetapkan ERP.

Untuk menata transportasi, menurut Tulus, aspek legalitas tak bisa dipungkiri. Dalam hal ini layanan transportasi online harus taati norma dan aturan yang berlaku, sedangkan transportasi konvensional harus terus berinovasi dan meningkatkan layanan ke konsumen.

"Saat ini kan masih banyak kekecewaan. Ketidaknyamanan dalam transportasi konvensional dijawab oleh transportasi online," jelasnya.

Penerapan tarif murah tersebut, kata Tulus, sudah terjadi pada sektor penerbangan. Pemasangan harga murah itu dikenal dengan predatory price, yang mematikan kompetitor lain dengan siasat harga terjangkau.

"Penerbangan tarif LCC, terapkan batas bawah, maka rute yang ada mati. Begitu pesawat di situ (kompetitor) mati, maka tarifnya disesuaikan kembali sesuai pasar," katanya.

Bom waktu

Namun demikian, Tulus mengingatkan tarif murah yang ditawarkan layanan transportasi berbasis aplikasi itu perlu diwaspadai. "Konsumen hati-hati dengan dimanjakan. Sebenarnya ada bom waktu yang mengerikan," tutur dia.

Maksud bom waktu tersebut yaitu data pelanggan layanan transportasi online itu bisa diolah dan dimainkan untuk tujuan promosi yang tak disadari pengguna.

"Selama ini (pengguna) terlalu mudah download aplikasi, tapi itu diperjualbelikan. Nomor kartu kredit, nomor handphone disadap, ini obyek promosi produsen, nilai promosinya sangat tinggi," jelas dia.

Untuk itu, dia meminta kepada pengguna layanan berbasis online agar teliti dan waspada saat bertransaksi. Sebab sekali klik layanan dampaknya bisa lebih luas.

"Kalau kita teledor berikan data, bsia dibobol kita saat di luar negeri," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya