KPK Siap Jerat Mohamad Sanusi dengan Pencucian Uang

Mohamad Sanusi menjalani pemeriksaan di KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menjerat tersangka Mohamad Sanusi dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

KPK Tetap Usut Kasus Suap Reklamasi Jakarta

Sanusi dalam jabatannya sebagai Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) DKI Jakarta, telah berstatus sebagai tersangka, karena diduga menerima suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menyebut, pihaknya tengah menelusuri aset-aset milik Sanusi, terkait pencucian uang yang diduga dilakukannya.

Pulau Reklamasi Disegel, Saham Agung Podomoro Sempat Goyang

"Ya, sedang ditelusuri tentang dugaan TPPU," kata Yuyuk saat dikonfirmasi, Jumat 24 Juni 2016.

Sejumlah saksi dari pihak swasta tercatat telah dipanggil penyidik untuk menelisik aset Sanusi. Di antaranya, General Manager Kredit dan Treasury PT Bank Mitraniaga, Handry Husein, Kepala Cabang Sales Supervisor PT Astra International Tbk, Harris Prasetya, serta Direktur Legal PT Agung Podomoro Land, Miarni Ang.

KPK Lelang 12 Lukisan Rampasan Kasus Reklamasi

"Ya, (para saksi diperiksa) untuk mendalami aset-asetnya di mana saja dan asal usulnya," ujar Yuyuk.

Secara terpisah, pengacara Sanusi, Krisna Murthi mengaku kliennya sempat dikonfirmasi mengenai asal sejumlah aset yang dia miliki dalam rentang waktu tahun 2004 hingga tahun 2009. Namun, pengacara itu menampik jika penelusuran aset bakal dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang.

Sanusi ditangkap KPK, karena diduga menerima suap miliaran rupiah dari Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja dan anak buahnya yang bernama Trinanda Prihantoro.

Hal itu ditengarai menyangkut Raperda soal reklamasi yang memuat aturan-aturan terkait proyek reklamasi yang menuai polemik dalam pembahasannya hingga berkali-kali tertunda.

Disinyalir pembahasan mandek, lantaran adanya aturan soal nilai tambahan kontribusi yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen. Usaha untuk mengubah hal tersebut, diduga menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKI Jakarta. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya