176 Advokat Bela Gendo Si Koordinator Antireklamasi Benoa

Jumpa pers di kantor Walhi mendukung Wayan
Sumber :
  • Putri Firdaus

VIVA.co.id – Sebanyak 176 orang yang terdiri pengacara dan anggota ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi) menyatakan pembelaannya terhadap Wayan "Gendo" Suardana. Gendo yang merupakan Koordinator ForBALI dilaporkan ke polisi oleh DPD Pospera (Posko Perjuangan Rakyat) Bali pada 15 Agustus 2016, karena kicauannya di sosial media.

Menteri Rini Klaim Reklamasi Pelabuhan Benoa untuk Pariwisata Bali

Menurut kuasa hukum Gendo, I Made Ariel Swardana, hingga saat sudah berhasil mengumpulkan 176 advokat yang siap membela Gendo dan jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah. Tim pembela Gendo akan diberi nama Tak Gentar (Tim Advokasi Kriminalisasi Untuk Gendo Tolak Reklamasi)

"Kami ingin sampaikan bahwa tim ini sepakat menamakan diri dengan nama Tak Gentar, dengan total advokat 176 orang," kata I Made Ariel Swardana.

Soal Reklamasi Pelabuhan Benoa, Pelindo III Temui Gubernur Bali

Swardana yang juga sebagai salah satu perwakilan Tak Gentar menegaskan, pelaporan Gendo adalah salah satu upaya kriminalisasi aktivis. Kicauan Gendo itu tidak dialamatkan pada siapapun.

"Akun yang dipersoalkan adalah akun Gendo yang tidak ditujukan pada siapapun atau no mention, tapi pada akun yang menyerang akun Gendo," kata Ariel.

Reklamasi Dihentikan Gubernur Bali, Pelindo III Lapor ke Menko Luhut

Justru kicauan Gendo dimanfaatkan oleh pihak pendukung reklamasi dalam hal ini Posko Perjuangan Rakyat  Bali untuk mengalihkan isu belaka. Pelaporan ini merupakan tindakan kriminalisasi, berniat memenjarakan terbukti dengan menggunakan polisi untuk menyelasaikan masalah ini. Tanpa melakukan mediasi.

"Ini dimanfaatkan oleh Pospera dan menurut kami pelaporan ini adalah tindak ugal-ugalan karena memelintir isu menjadi isu SARA yang seharusnya tidak dilakukan. Mereka harus melakukan verifikasi terlebih dahulu," katanya.

Gendo dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis.

Status yang Memicu

Melalui akun pribadinya, Wayan GENDO S #BEJO, Gendo menuliskan status, "Ah, muncul lagi akun2 bot asuhan pembina pos pemeras rakyat si napitufulus sok bela2 susi. Tunjukin muka jelek mu nyet?".

Menurut Wayan Suardana, kata-kata itu tidak sedang untuk menghina  Pospera. Apalagi Gendo adalah  aktivis 98 yang pada masa lalu melakukan pergerakan melawan rezim Orde Baru di bawah bendera Pospera.

"Tidak mungkin dia melakukan penghinaan terhadap organisasinya sendiri yang pernah dinaunginya," katanya.

Ia melanjutkan, dalam pergerakannya, Gendo sama sekali tak pernah menyinggung unsur SARA seperti disampaikan Pospera. Gendo sama sekali tak memiliki masalah dengan etnis Batak. "Gendo tidak memiliki latar belakang permusuhan dengan orang Batak. Semata-mata tindakan yang dilakukan berkaitan reklamasi Teluk Benoa, tidak ada hubungannya dengan perlawanan etnis," ujarnya.

Menurutnya, sebagai media komunikasi sosial Twitter memiliki keterbatasan dalam penulisan kalimat. Ketika penulisan muncul, mereka yang menerima tulisan tidak bisa menjustifikasi tanpa meinta klarifikasi terhadap tulisan itu.
"Kecuali menyasar subjek hukum, badan hukum, instansi dan lainnya. Kalau ditulis bahasa kiasan, lalu ditafsirkan penghinaan, ini repot," ujarnya lagi.

Kalimat 'pos pemeras rakyat' dalam cuitan Gendo bukan ditujukan kepada perorangan maupun Pospera, melainkan kepada aliansi, lembaga, instansi atau siapapun yang memeras kekayaan alam milik rakyat. Sementara kata 'pembina' di depan kalimat 'pos pemeras rakyat' tidak ditujukan kepada Adian Napitupulu yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Pospera.

"Pembina adalah mereka yang memiliki tindakan langsung terhadap kerugian alam dengan melakukan pemerasan terhadap alam. Pembina bisa jadi pemimpin dan dalam cuitan Gendo di Twitter yang dipermasalahkan itu tidak ditujukan kepada siapapun," katanya.

Sementara tulisan 'napitufulus' lagi-lagi Suardana membantah jika hal itu ditujukan kepada Adian Napitupulu. Juga, tak ada kaitannya dengan etnis Batak. "Fulus adalah uang, perang terhadap Rp1 triliun yang dikeluarkan oleh investor reklamasi Teluk Benoa. Napi itu artinya penjahat, tu (to dalam bahasa Inggris)  itu artinya kepada. Jadi napitufulus itu artinya adalah orang jahat atau kejahatan terhadap alam untuk mengeruk uang. Tidak ada kaitan dengan Adian Napitupulu," Kata Wayan Suardana.

Suardana juga menampik inisial AN yang disebut-sebut dalam Twitter Gendo berikutnya merujuk kepada inisial Adian Napitupulu. Menurutnya, inisial AN merupakan akun palsu atau anonim yang sering menyudutkan gerakan rakyat Bali tolak reklamasi Teluk Benoa (ForBALI).

"Mereka yang membaca itu (tulisan di Twitter Gendo) saya minta tidak membuat tafsir baru, tafsir ulang selain daripada tafsir si penulisnya sendiri. Ini satu kebetulan saja. Saya ingin sampaikan tidak ada satu Twitter yang menyerang Pospera, Adian dan orang Batak," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya