RUU Terorisme Dinilai Langgar Kesepakatan HAM Internasional

Ilustrasi penangkapan oleh Densus 88
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A Pitaloka

VIVA.co.id – Amnesty International dan Institute for Criminal Justice Reform prihatin terhadap perkembangan revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

Bantu Perangi Terorisme di Afrika, Adakah Niat Terselubung Amerika?

Kedua lembaga itu mengakui otoritas Indonesia punya tugas untuk melindungi warga dari serangan teror, melakukan penyelidikan dan penyidikan agar bisa membawa pelakunya ke muka hukum dalam peradilan yang adil tanpa menggunakan hukuman mati. 

"Namun demikian, dalam melakukannya, aparat hukum di Indonesia harus menaati kewajiban internasional dan standard hak asasi manusia," ujar Rafendi Djamin, Direktur Kantor Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty International, melalui siaran pers, Selasa, 6 Desember 2016.

Pemkab Tangerang Benarkan PNS Mereka Ditangkap Densus

Menurutnya, RUU itu cacat karena draf ini mengabaikan jaring perlindungan terhadap penahanan yang sewenang-wenang, tindak penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya, memperluas cakupan hukuman mati, dan mengabaikan hak seseorang untuk tidak dicabut kewarganegaraannya.

Kedua lembaga ini pun telah mendokumentasikan beragam kasus di Indonesia mengenai penangkapan semena-mena yang dilanjutkan dengan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya, selama penangkapan, penahanan, dan interogasi kepolisian.

IDI Sukoharjo Minta Kasus Sunardi Tak Dikaitan dengan Profesi Dokter

Namun sangat jarang ada investigasi independen dan imparsial terhadap tuduhan semacam itu, dan para pelaku tidak diproses secara hukum di pengadilan umum. Contohnya adalah pada April 2016, Jenderal Badrodin Haiti, saat masih menjabat Kapolri,  mengkonfirmasi adanya anggota Densus 88, uang  menendang seorang tersangka di dadanya, mematahkan tulang rusuknya, dan membuat jantungnya gagal bekerja. 

"Meski adanya konfirmasi penggunaan penyiksaan, para pelaku, yaitu dua anggota Densus 88, menerima hanya hukuman administratif setelah menghadapi suatu sidang internal kepolisian pada Mei 2016," jelasnya.

Untuk itu, RUU ini harus memiliki ketentuan eksplisit, menjelaskan bahwa tidak ada satu pun ketentuan di dalam undang-undang ini yang ditafsirkan atau diterapkan dengan cara melanggar atau tidak konsisten dengan kewajiban-kewajiban HAM internasional Indonesia, khususnya terkait larangan absolut penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.

Persoalan lainnya adalah perluasan cakupan hukuman mati. Jika disetujui, mereka yang dengan sengaja menggerakan orang lain untuk melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat, atau jika perbuatan tersebut dimaksudkan untuk meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan negara sahabat atau daerah lain. 

Ketentuan ini bisa mencakup tindak kejahatan yang tidak memiliki intensi pembunuhan dan karenanya tidak memenuhi ambang batas “kejahatan-kejahatan paling serius” di mana penggunaan hukuman mati bisa diterapkan secara ketat oleh standar dan hukum internasional.

Untuk itu, Amnesty Internasional dan ICJR mendesak Ketua Pansus Terorisme di DPR RI agar memastikan amandemen sesuai hukum dan standar internasional, tidak mengizinkan pihak berwenang menahan seseorang kecuali orang itu dikenakan ancaman pidana secara segera dan diadili dalam waktu yang wajar.

Selain itu, memastikan undang-undang ini menyediakan ketentuan agar tahanan tidak dibatasi aksesnya terhadap pengacara, dan ada pemberitahuan cepat dan hubungan rutin dengan anggota keluarga mereka atau pihak ketiga yang dipilih mereka.

Selanjutnya, memastikan bahwa UU ini diamandemen dengan memasukan pernyataan yang eksplisit bahwa tidak ada satu pun ketentuan di dalam undang-undang ini yang ditafsirkan atau diterapkan dengan cara melanggar atau tidak konsisten dengan kewajiban-kewajiban HAM internasional Indonesia, khususnya terkait penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat. 

Memastikan bahwa ketentuan-ketentuan yang memperluas cakupan penggunaan hukuman mati disingkirkan, dan menerapkan sebuah moratorium terhadap eksekusi mati, mengubah vonis mati yang ada, dan membawa undang-undang yang memiliki hukuman mati sesuai dengan hukum dan standar-standar internasional sebagai langkah pertama menuju penghapusan penuh hukuman mati.

Terakhir, memastikan semua ketentuan yang mencabut kewarganegaraan disingkirkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya