Aturan Soal Lahan Gambut Tak Jelas

Ilustrasi-Penanganan kebakaran hutan dan lahan Gambut di Kalimantan Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

VIVA.co.id – Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengelolanya. Masalah masih bertambah dengan adanya tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan Badan Restorasi Gambut (BRG), sehingga menimbulkan kebingungan publik.

Sahroni Minta Polri All Out usut Kasus Karhutla: Tak Mungkin Murni Faktor Cuaca

Pernyataan itu disampaikan Pakar hukum Universitas Atmajaya Kristianto PH dan Ketua Bidang Hasil Pengolahan Hasil Perkebunan Dewan Pimpinan HKTI Didik Hariyanto di Riau, Minggu, 29 Januari 2017.

Menurut Kristianto, hingga kini belum tersedia data valid tentang gambut yang bisa dijadikan acuan implementasi PP Gambut. Sementara secara teknis, masih ada perdebatan para ahli gambut tentang pengelolaan gambut berkelanjutan.
 
"Ketiadaan data valid dan kelemahan secara teknis, mengakibatkan kebijakan pengelolaan gambut saat ini tidak memiliki landasan yang kuat. Padahal, kebijakan tersebut sudah langsung berdampak di lapangan,” katanya.

Malaysia Kirim Surat Soal Kabut Asap, Jokowi: Saya Sudah Perintahkan Panglima, Kapolri, dan Pemda

Beberapa pasal kontroversial menyangkut kriteria gambut rusak yang ditetapkan hanya berdasarkan muka air gambut yang paling rendah 0,4 meter. Selain itu, 30 persen dari Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) langsung ditetapkan sebagai fungsi lindung. Semakin banyak kubah gambut pada suatu KHG, semakin luas fungsi  lindung yang akan ditetapkan.

Ketentuan itu juga memberlakukan moratorium pembukaan baru atau land clearing pada lahan gambut, menyetop izin yang diberikan untuk pemanfaatan lahan gambut, serta mengatur pengambilalihan lahan yang terbakar oleh pemerintah.

Kabut Asap Semakin Mengkhawatirkan, Pemerintah Malaysia Kirim Surat ke Indonesia

Menurut Kristianto, langkah pemerintah yang menjalankan kebijakan satu peta (one map policy) patut diapresiasi. Langkah itu akan memperkuat validitas data gambut. Sayangnya, meski peta acuan hingga kini belum tuntas, namun ada praktik penegakan hukum di lapangan yang akhirnya menyulitkan pengelola lahan gambut.

Sementara itu menurut Didik, PP 57/2016 dengan sejumlah aturannya, berpotensi mengkriminalisasi sektor usaha perkebunan dan kehutanan. Terutama aturan kontroversial yaitu pembatasan tinggi muka air sebesar 0,4 meter.

"Kelihatannya, sederhana hanya pembatasan muka 0,4 meter. Namun itu menjadi masalah serius karena tidak dapat diaplikasikan di lapangan. Dampaknya usaha pertanian dan perkebunan masyarakat sudah pasti mati. Tidak mungkin mengikuti aturan tersebut,” kata Didik.

Didik mensinyalir, kriteria kerusakan dalam PP Gambut, tidak didasarkan pada kajian ilmiah yang mendalam dan komprehensif. Kriteria tersebut tidak akan mampu dipenuhi para pihak yang melakukan kegiatan budidaya di lahan gambut. Itulah yang disebutnya sebagai alasan yang rawan dikriminalisasi.

Dengan aturan itu, kata Didik, pemerintah seakan menginginkan kematian kegiatan ekonomi masyarakat dan perusahaan di sektor pertanian dan kehutanan. Padahal, pemerintah pada dasarnya harus melindungi kepentingan masyarakat dan dunia usaha. "Saya setuju apabila semua pihak melakukan class action atas peraturan pemerintah itu," kata Didik.

Sementara itu Peneliti Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Sumawinata mengatakan, ketentuan tinggi muka air 0,4 meter merupakan masalah lama yang sebenarnya tidak revelan lagi.

"Aturan itu diusulkan tahun 2006 dengan catatan belum ada teknologi yang mumpuni. Kini, ketika tata kelola air bisa diimplementasikan, aturan itu tidak lagi relevan. Saya memahami aturan ini, karena sejak awal ikut membidani pembuatan draftnya," katanya.

Menurut Basuki, ketinggian muka air yang ideal dan lebih sesuai dengan kondisi lapangan adalah 0,8 m. Aturan ini bisa dipraktikkan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya