Berembus Isu Politik Uang di Munas KAHMI

Musyawarah Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Medan, Sumatera Utara, pada Jumat, 17 November 2017.
Sumber :
  • VIVA/Putra Nasution

VIVA - Musyawarah Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam selesai digelar di Medan pada Minggu, 19 November 2017, kemarin. Hasilnya, terpilih sembilan orang presidium organisasi tersebut.

Jokowi di Kongres HMI: Hati-hati, Jangan Salah Pilih Pemimpin!

Namun, belum lama setelah acara itu, berembus isu adanya politik uang dalam perhelatan tersebut. Sejumlah orang dalam memperebutkan kursi presidium diduga menggunakan uang untuk memperoleh dukungan atau suara.

Ato Ismail, salah satu alumni HMI yang hadir di arena Munas mengakui, ada satu orang dari sembilan presidium terpilih yang melakukan politik transaksional. Namun, dia menyampaikan konteksnya masih sebatas menanggung biaya tiket pulang pergi.

Mahfud MD Unggah Foto Bareng Anies dan JK: Siap Hadir ke Munas KAHMI

"Ada tiket, dan visi misi. Jadi saat menyampaikan visi misi, dia atau tim suksesnya menawarkan tiket pulang pergi," kata Ato saat berbincang dengan VIVA, Senin, 20 November 2017.

Ato membantah ada politik uang dalam arti para kandidat memberikan sejumlah uang kepada para utusan atau pemegang hak suara yaitu pengurus KAHMI di daerah-daerah. Misalnya 5 juta, 10 juta, 15 juta atau sekian juta per suara demi memilih calon tertentu.

Haris Pertama Ditunjuk Jadi Ketua Bidang KAHMI

"Hanya tiket pulang pergi," ujarnya menambahkan.

Dia mengatakan, adanya pemberian tiket itu juga karena tidak ada aturan yang jelas dan transparan dari panitia,khususnya dalam hal biaya transportasi para utusan dari daerah menuju lokasi Munas, dan sebaliknya. Hal itu kemudian menjadi faktor masuknya tawaran tiket tersebut.

"Ya misalnya berapa biaya per utusan, 2 juta. Kemudian dikali 421 utusan, jadinya sekian miliar. Lalu masing-masing kandidat ikut memberikan sumbangan 50 juta. Jadi panitia dan kandidat mencari solusi," katanya.

Meski demikian, Ato yang merupakan tim sukses salah satu kandidat yakni Reni Marlinawati itu menegaskan, bahwa tidak semua calon menawarkan tiket pulang pergi. Dia menyebut sejumlah nama yang memang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing yaitu Siti Zuhro, Harry Azhar Azis, Ahmad Dolly Kurnia, Ahmad Riza Pratia, Sigit Pamungkas, dan Herman Khoeron.

"Mereka punya kualitas. Ada yang intelektual, anggota DPR, mantan komisioner KPU. Para utusan juga memilih mereka bukan karena uang atau pemberian tiket. Meskipun tetap ada yang menerima (tiket) walaupun tidak banyak," tutur salah satu Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha KAHMI tersebut.

Tapi, apakah menerima tiket tersebut wajar bagi anggota-anggota KAHMI? Mengingat mereka sudah termasuk dalam alumni HMI, bukan lagi mahasiswa, yang tentunya secara ekonomi sudah lebih mapan?

Ato menjelaskan, bahwa ada situasi yang unik di setiap majelis daerah KAHMI. Biasanya, para utusan atau pemegang suara, mereka yang menjadi ketua, sekretaris, atau bendahara, adalah orang-orang yang mampu secara finansial.

"Namun di luar mereka ada alumni-alumni yang ingin hadir karena acara Munas hanya 5 tahun sekali. Ya, mereka ingin bernostalgia. Mereka ini tidak semua memiliki cukup uang untuk berangkat misalnya ke Sumatera Utara. Di sinilah, tawaran tiket itu masuk, bisa 6-10 orang. Istilahnya romli (rombongan liar)," ujarnya menceritakan.

Seperti diketahui, Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha KAHMI, Kamrussamad, terpilih sebagai Presidium KAHMI periode 2017-2023 dalam Munas KAHMI di Medan, Sumatera Utara. Dia memperoleh 431 suara. Selain dia, di bawahnya ada Ade Komaruddin yang meraih 421 suara, Ahmad Riza Pratia 365 suara, Ahmad Dolly Kurnia 334 suara, Viva Yoga Mauladi 331 suara, Harry Azhar Azis 326 suara, Siti Zuhro 300 suara, Herman Khoeron 268 suara dan Sigit Pamungkas 257 suara. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya