- Defensenews.com
VIVA – Pandemi Virus Corona (COVID-19) membuat sejumlah ekonomi sejumlah negara terpuruk, tak terkecuali negara adikuasa seperti Amerika Serikat (AS). Guna menyelamatkan ekonomi negara, AS bakal memangkas dana pertahanannya, termasuk di sektor militer.
Dalam laporan Washington Post, Departemen Pertahanan AS (US Departement of Defense) sebenarnya sudah meminta kenaikan anggaran untuk tahun 2021. Hal ini merujuk pada persaingan militer dengan dua negara kuat lainnya, China dan Rusia. Di sisi lain, AS juga masih jadi salah satu aktor yang terikat dalam pemberontakan di sejumlah negara Timur Tengah.
Sayangnya, langkah pemotongan dana pertahanan bakal diambil untuk menyelamatkan ekonomi negara. Sejak Donald Trump menduduki kursi Presiden, AS menggelontorkan dana sebesar $740 miliar, atau lebih dari 10.925 Rp. Jumlah tersebut bahkan meningkat hampir $100 miliar (Rp1.475 triliun), jika dibandingkan saat masa kepemimpinan Barrack Obama.
Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, tetap mendesak agar Kongres AS menyetujui kenaikan dana. Ditegaskan Esper, Pentagon tak ingin anggaran pertahanan berkurang justru di masa-masa kritis. Esper juga mengedepankan kekuatan China dan Rusia yang bisa jadi ancaman.
"Ada kekhawatiran di sana bahwa hal itu (pemotongan anggaran pertaanan) bisa menyebabkan anggaran pertahanan lebih kecil di masa depan, pada saat kritis. Di mana, kita perlu terus membuat penyesuaian melihat China dan Rusia sebagai pesaing strategis jangka panjang kita," ujar Esper.
Bakal dipotongnya anggaran dana pertahanan AS, cukup berbanding terbalik jika melihat salah satu negara pesaingnya, China. Pasalnya, baru-baru ini Negeri Tirai Bambu justru baru saja memastikan kenaikan signifikan dana pertahanannya.
Menurut laporan Defense News, saat ini China memiliki anggaran pertahanan sebesar $178,2 miliar, atau setara dengan Rp2.637 triliun. Jumlah ini meningkat $11 miliar (Rp162,9 triliun), dari jumlah sebelumnya sebesar $167 miliar (Rp2.471 triliun).