ICW Beber Pengabaian Kasus Agusrin

Hakim Syarifuddin diperiksa KPK
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews -- Kasus suap yang menjerat hakim Syarifuddin Umar melebar. Sebanyak  39 putusan bebas kasus korupsi yang diketuk bebas hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu dipersoalkan.

Salah satunya, putusan Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamuddin. Ia didakwa dalam korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Tanah dan Bangunan yang merugikan negara hingga Rp21,3 miliar.

"Ada fakta-fakta yang diabaikan, apabila tak diabaikan, maka vonis bebas tidak terjadi," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, Minggu 12 Juni 2011.

Sementara, Peneliti Hukum Indonesian Corruption Watch (ICW), Donald Fariz mengatakan,  minggu kemarin pihaknya telah menyampaikan 12 poin kejanggalan dalam kasus Agusrin. "Poin tersebut berkaitan dengan fakta hukum. Putusan ini sungguh besar dan serius bagi rakyat Bengkulu," kata dia.

Sebagai ilustrasi, kerugian kasus ini adalah Rp21 miliar, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2006 sebesar Rp90 miliar. "Maka dana yang hilang karena korupsi cukup besar," tambah Donald.

ICW mencatat, ada beberapa hal yang diabaikan dalam perkara Agusrin, yakni:

1. Surat asli pembukaan rekening di luar kas umum daerah. Persidangan selama ini menggunakan kertas hasil scan. Yang asli sudah diajukan oleh JPU di persidangan. Oleh karena itu ada pengabaian fakta otentik. Padahal ini yang menjadi dalil pemvonisan bebas hakim, karena surat tidak asli.

2. Pengabaian keterangan saksi. Saksi Chaerudin mengatakan, sebelum membuka rekening sudah berkonsultasi dengan terdakwa. Hal ini karena terdakwa sering mengeluh butuh uang.

3. Pengabaian keterangan bahwa terdakwa menerima uang Rp7 miliar. Travel cheque senilai Rp1 miliar pada 22 Juni 2006, uang Rp2,5 miliar melalui Nuim Hayat pada 27 Oktober 2006, uang Rp3,5 miliar melalui Chusnul Fikri.

4. Bukti foto. Ada bukti foto yang menunjukkan Chusnul Fikri menerima uang yang diserahkan oleh Chaerudin sebesar Rp3,5 miliar.

5. Pengabaian temuan BPK. Adanya kerugian negara sebesar lebih dari Rp20 miliar.

6. Adanya upaya bersama untuk menutup temuan BPK/BPKB. Hal itu diilakukan untuk membuat rekayasa pencairan dana PT. BM atas penyertaan modal ke PT Bahari Bumi Nusantara dan PT Sawit Bengkulu Madani. Padahal uang tersebut untuk menutupi dana PBB dan BPHTP yang telah dilakukan.

7. Pengabaian keterangan ahli.  Ada di halaman 67 kesaksian. Ahli berpendapat pembukaan rekening PBB dan BPHTP di bank BRI cabang Bengkulu bertentangan dengan UU yang berlaku.

Terkait kasus Agusrin ini, hakim Syarifuddi telah memberi bantahan. "Kok suap yang dituduhkan sudah semakin melebar, kok lari ke pembebasan Agusrin," kata Syarifuddin usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 7 Juni 2011.

Syarifuddin menegaskan berdasarkan pemeriksaan selama persidangan, Agusrin memang tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.  "Ada bukti dalam persidangan kalau dia memang harus mendapat pembebasan murni," ujarnya.

Sementara, salah seorang kuasa hukum Agusrin, Moses Grafi, menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak melakukan apa yang dituduhkan oleh jaksa. Itu sebabnya para hakim memberi vonis bebas.

Moses juga menegaskan bahwa kasus ini dibawa ke pengadilan tanpa alat bukti.  "Klien kami bebas karena tak ada alat bukti yang menunjukkan Pak Agusrin terlibat dalam penyalahgunaan dana PBB/BPHTB," kata Moses Grafi.