PPATK: Pencucian Uang Masih Marak

Sumber :

VIVAnews - Belum efektifnya pemberlakuan nomor identitas tunggal (Single Indentity Number) membuat kejahatan pencucian uang marak terjadi di Indonesia. Para pelaku sering memakai identitas berbeda dalam proses pembukaan rekening bank, pembelian aset berharga dan penanaman investasi pada pasar finansial.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, mengatakan hal tersebut dalam seminar “Pemberantasan Korupsi dan Money Laundering: Tantangan, Prospek dan Dampak terhadap Perekonomian”  di UGM,  Sabtu, 31 januari 2009.

Menurut dia, jika nomor identitas tunggal dimiliki oleh semua warga negara Indonesia, pencucian uang bisa diantisipasi. "Negara harus ketat dalam penyitaan aset dan pengembalian aset agar harta kekayaan negara bisa dikembalikan dan dapat memberi kontribusi pada pembangunan," ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) kepada PPATK meningkat pesat. Pada 2002, jumlah LKTM per bulan adalah 10,3 laporan, pada 2006 menjadi 290 laporan per bulan. Pada 2008 sudah naik lagi menjadi 869 laporan per bulan.  "“Rata-rata per hari PPATK menerima 29 laporan transaksi keuangan mencurigakan,” ujar Yunus.

Laporan LKTM didominasi laporan dari tiga sektor yaitu perbankan, valuta asing, dan perusahan efek. Sektor perbankan menempati posisi teratas dengan 69,1 persen disusul perusahaan valuta asing sebanyak 19,7 persen dan perusahaan efek sebanyak 17,16 persen.

Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Haryono Umar menjelaskan untuk meminimalisir terjadinya pencucian uang, lembaganya bertekad meningkatkan kepatuhan penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaan. Selama ini, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di lembaga yudikatif dan eksekutif masih rendah jika dibandingkan dengan lembaga legislatif dan BUMN maupun BUMD.

Hingga Januari tahun ini,  jumlah wajib lapor kepatuhan di lembaga eksekutif masih 85,4% yudikatif 70,29%. Sedangkan di legislatif sudah mencapai 99,57% dan BUMN/BUMD mencapai 96,49%.

“Para pejabat penyelenggara negara yang belum lapor akan kami panggil untuk melengkapinya dan ditanya apa yang menjadi kendala,” ujarnya.

(Laporan Rahardian Yogyakarta)