Suap Pajak Bhakti Investama Mulai Disidang

Penyuap petugas pajak, James Gunardjo, digiring petugas KPK
Sumber :
  • Antara/ Fanny Octavianus

VIVAnews - Sidang perdana kasus suap restitusi pajak PT Bhakti Investama Tbk (PT BHIT) dengan terdakwa James Gunardjo mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdakwa James Gunardjo selaku advisor PT Agis didakwa bersama-sama dengan Komisaris PT Bhakti Investama Antonius Z Tonbeng memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang bertentangan dengan kewenangan dan jabatannya.

"Memberikan sesuatu berupa uang senilai Rp280 juta kepada Tommy Hindratno selaku pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak," kata Jaksa Agus Salim saat membacakan dakwaan, Kamis 16 Agustus 2012.

Akibat perbuatan terdakwa, Tommy memberikan data dan informasi mengenai hasil pemeriksaan pajak, mengenai surat lebih bayar pajak PT BHIT, dan dilakukan pembayaran kepada PT BHIT. Padahal perbuatan itu kata Jaksa diketahui Tommy bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010.

Dalam perkara ini, terdakwa yang sebelumnya telah mengenal Tommy sebagai PNS di Ditjen Pajak mengenalkan Tommy kepada Antonius pada Januari 2012 di kantor MNC Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Saat itu terdakwa dan Antonius meminta Tommy untuk membantu mengurus kelebihan bayar pajak PT BHIT.

"Saat itu terdakwa memberitahu Tommy bahwa pemeriksa pajak tiga orang, salah satunya Agus Totong. Antonius mengatakan kalau berhasil ada lah," ujar Jaksa.

Jaksa menguraikan bahwa dalam surat pemberitahuan tahunan lebih pajak PT BHIT, untuk PPh badan tahun 2010 sebesar Rp517 juta. Sedangkan PPn tahun 2010 sebesar Rp3 miliar. Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari pertemuan itu, terdakwa meminta Tommy menghubungi tim pemeriksa lebih pajak PT BHIT.

Kemudian pada Maret 2012, terdakwa dan Antonius kembali bertemu Tommy untuk membicarakan perihal lebih pajak PT BHIT secara lebih rinci. Saat itu, Antonius meminta Tommy untuk menyampaikan beberapa hal untu disampaikan ke tim pemeriksa yakni Agus Totong (Supervisor), Hani Maskrokim dan Heru Munandar.

"Untuk biaya obligasi, makan minum agar tidak banyak dikoreksi dan dibebankan sebagai biaya pengeluaran," tutur Jaksa menirukan permintaan Antonius kepada Tommy.

Terdakwa secara rutin menghubungi Tommy untuk memastikan keluarnya Surat Ketetapan Lebih Bayar Pajak (SKPLB). Terdakwa juga memastikan kepada Antonius bahwa untuk pemberian fee kepada Tommy dan pemeriksa agar dicairkan lebih dulu sebelum SKPLB keluar.

"Saat itu Antonius minta terdakwa menunggu dulu uang kelebihan pajak masuk ke BHIT, baru uang untuk Tommy bisa dicairkan," papar Jaksa.

Akhirnya pada Mei 2011, Tommy menyampaikan kepada terdakwa bahwa SKPLB sudah keluar. Selaku pegawai Ditjen Pajak, Tommy wajib menjaga informasi berkaitan dengan pajak agar tidak jatuh kepada pihak yang tidak berhak. Informasi itu lanjut jaksa digunakan Tommy untuk menagih imbalan.

Sebagai komitmen Antonius dan terdakwa kepada Tommy, akhirnya terdakwa menghubungi Antonius untuk menyiapkan imbalan kepada Tommy. Akhirnya Antonius menyampaikan kepada terdakwa akan mengeluarkan Rp350 juta dengan gunakan cek tunai. Tetapi oleh Aep Sulaiman dilkeluarkan uang Rp340 juta di kantor BCA Wahid Hasyim.

"Kemudian uang tersebut dimasukkan dalam amplop BCA warna cokelat dan dimasukkan dalam paper bag hitam. Lalu dibawa ke kantor BHIT di MNC Tower. Terdakwa pada pukul 16.00 datang ke MNC atas perintah Antonius untuk terima uang. Setelah itu terdakwa menghubungi Tommy dan akan memberikan uang tersebut di RS St Carolus, Jakarta," terang jaksa.

Kemudian terdakwa mengambil uang Rp60 juta dan sisanya Rp280 juta diserahkan kepada Tommy. Baru pada sekitar 6 Juli 2012 terdakwa memastikan pertemuan itu dengan Tommy. Tommy datang ke Jakarta dari Surabaya bersama ayahnya Hendy dan sekitar pukul 12.00 akan tiba di St Carolus. Di tengah jalan Tommy sempat berubah pikiran hingga dua kali dengan alasan keamanan. Akhirnya disepakati disebuah rumah makan di Tebet.

"Tommy saat itu katakan takut terima fee secara langsung dan meminta diarahkan ke Hendy yang ditempat berbeda dirumah makan itu. Lalu terdakwa serahkan paper bag hitam disamping kaki sebelah kiri hendy," ucap Jaksa. Setelah itu ketika hendak meninggalkan rumah makan terdakwa dan Tommy ditangkap dan ditemukan uang Rp280 juta.

Jaksa menilai perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana dan diancam dalam dakwaan primer yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Adapun dalam dakwaan subsidair terdakwa baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Antonius pada 6 Juni 2012 telah memberi hadiah atau janji kepada Tommy selaku PNS Ditjen Pajak berupa uang sebesar 280 juta, meningat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya.

"Karena terdakwa menganggap Tommy dapat berikan data terkait klaim pajak lebih bayar PT Bhakti Investama Tbk, diancam pidana Pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Jaksa. Terdakwa diancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda Rp250 juta. (sj)