Peneliti Indonesia Punya Solusi Pengganti Polimer Sintetik

Ilustrasi plastik pembungkus makanan
Sumber :
  • Pixabay/DWilliams

VIVA.co.id – Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia  Myrtha Karina Sancoyorini hari ini dikukuhkan sebagai profesor riset baru di bidang lignoselulosa. 

Myrtha menemukan lignoselulosa dapat dijadikan solusi pengganti material polimer sintetik yang sulit didegradasi secara alami. Lignoselulosa adalah komponen struktur yang banyak ditemukan pada tanaman berkayu maupun tanaman lain, dan mudah didegradasi. Contoh terapan material berbahan polimer sintetik seperti plastik, pipa, mainan anak-anak dan lainnya. 

Myrtha menjelaskan, plastik bisa terdegradasi secara alami dalam kurun waktu 500 sampai seribu tahun mendatang. Namun, jika dimusnahkan dengan cara dibakar akan menimbulkan emisi. 

"Selain itu, (polimer sintetik) berasal dari minyak bumi. Minyak bumi pun semakin langka, cadangan minyak bumi kini 885 juta meter kubik. 10 tahun ke depan akan habis," ujar Myrtha saat presentasi di Gedung LIPI, Jakarta,  Kamis 15 Desember 2016.

Maka dari itu, Myrtha menyimpulkan material sintetik alam lignoselulosa bisa jadi solusi pengganti material polimer sintetik. Selain ramah lingkungan tanpa polusi dan mudah didegradasi, sumber lignoselulosa pun mudah didapatkan. 

Peneliti LIPI itu menjelaskan, lignoselulosa terdiri dari selulosa dan lignin. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, selulosa dapat dijadikan bahan alternatif untuk bahan bangunan, komponen otomotif, bioplastik untuk pengemas dan komponen elektronik. 

Sementara lignin, dapat dimanfaatkan sebagai perekat kayu dengan emisi formaldehida yang rendah. Lalu bisa digunakan sebagai prekursor serat karbon untuk komposit kampas rem yang selama ini masih menggunakan asbes. 

"Teknologi pemisahan selulosa dan lignin dengan cara eksplosi adalah metode baru yang ramah lingkungan karena menggunakan sangat sedikit bahan kimia," jelas Myrtha.

Sumber selulosa dan ligin

Dia merinci sumber potensi selulosa cukup banyak. Misalnya dari produksi minyak sawit dengan perkebunan sawit seluas 11 juta hektar, minyak sawit yang dihasilkan 6 juta ton per tahun, limbah sawit 6,6 juta ton per tahun dan selulosa yang didapat mencapai 1,8 juta ton per tahun.

Selain itu, potensi selulosa dari budidaya padi. Potensinya bisa dilihat dari produksi 71 juta ton, jerami yang dihasilkan 13 juta ton per tahun, dan selulosanya bisa 3,5 juta ton per tahun. Dari produksi gula, potensi selulosa bisa didapatkan dari produksi tebu 29 juta ton per tahun, menghasilkan bagas 4,5 juta ton per tahun, dan selulosanya 1,8 juta ton per tahun. 

Sementara sumber lignin, dari bioetanol sebesar 34 juta ton yang dihasilkan dari kelapa sawit menghasilkan lignin 10 juta ton. Kemudian, bioetanol sebesar 6,3 juta ton dari kayu menghasilkan lignin 3 juta ton. 

Myrtha menuturkan, meskipun lignoselulosa mudah diperoleh, namun selulosa dan lignin sangat rentan pembusukan, degradasi oleh sinar ultraviolet (UV) dan perubahan dimensi. Hal ini karena selulosa dan lignin sangat mudah menyerap air.

"Untuk mengantisipasi masalah yang rentan terjadi pada selulosa dan lignin, maka kata Myrtha, diperlukan pelakukan cold-plasma dan penggunaan pengawet yang ramah lingkungan.

Myrtha berharap, penelitiannya terkait pengembangan lignoselulosa untuk material ramah lingkungan akan sesuai dengan program pemerintah tentang produk ramah lingkungan dan industri yang berdaya saing.