Geliat Ekonomi, Perajin Batik Difabel Palbatu Buat Masker Motif Corona

Perajin batik difabel di Rumah Batik Palbatu membuat masker dari kain batik
Sumber :
  • (ANTARA/Laily Rahmawaty

VIVA – Perajin batik dari kalangan difabel tuna rungu memanfaatkan momentum pandemi COVID-19 ini memproduksi masker khusus yang terbuat dari kain batik. Mereka ingin berkontribusi dalam penanganan COVID-19 dengan memproduksi masker berbahan batik, sekaligus menggerakkan perekonomian para perajin.

"Sejak PSBB diberlakukan lagi di Jakarta, berarti kita juga harus punya sumber 'income' (pemasukan) yang lain, salah satunya memproduksi masker kain batik," kata pendiri Rumah Batik Palbatu, Jakarta Selatan, Budi Dwi Hariyanto saat ditemui, Minggu, 4 Oktober 2020. 

Pria yang akrab disapa Harry ini menyebutkan produksi masker kain rata-rata per pekan antara 50 hingga 100 buah. Masker batik yang diproduksi berasal dari kain-kain batik yang belum dimanfaatkan. Lalu dijahit dan dibuat masker dua tipe, yakni untuk jilbab dan untuk yang tidak pakai jilbab. "Satu masker kami jual seharga Rp15 ribu," katanya.

Baca: Imbauan WHO, Masker Efektif Cegah Penularan dan Kematian COVID-19

Untuk tingkat keamanan masker, Harry memastikan masker batik yang diproduksi dibuat sesuai standar pemerintah yakni terdiri atas tiga lapis kain dengan bahan yang nyaman. Kain batik berada di permukaan terluar dengan di bagian dalam dan belakang masker dibuat dari kain pohon berbahan katun.

"Kain batik sudah diproses sedemikian rupa sehingga ketika dipakai aman dan nyaman, termasuk aroma dari lilin atau pewarnaan sudah disterilkan," ujar Harry.

Penjualan masker batik karya difabel dari Rumah Batik Palbatu masih diedarkan secara daring (online) lewat media sosial serta aplikasi pesan pemilik Rumah Batik Palbatu. Atau pemesan bisa langsung mendatangi Rumah Batik Palbatu yang terletak di Jalan Palbatu IV No 17, Kelurahan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan.

"Bisa juga pesan dengan menghubungi saya langsung di nomor 08161493612," ujar Harry.

Foto: Budi Dwi Haryanto (kiri) bersama penggiat batik difabel Novita memperlihatkan motif batik unsur corona yang diciptakannya sebagai hadiah Hari Batik yang diperingati setiap tanggal 2 Oktober.

Harry menambahkan produksi masker adalah salah satu strategi bertahan di era pandemi yang dilakukan para penggiat batik di Rumah Batik Palbatu.

Selama masa pandemi COVID-19 dan diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seluruh aktivitas edukasi dan produksi batik di Rumah Batik Palbatu terhenti. Hal ini membuat para penggiat batik juga minim aktivitas juga pendapatan.

"Harapannya dengan masker batik ini semoga banyak yang memesan dan menjadi nilai ekonomi bagi teman-teman penggiat batik difabel," kata Harry.

Sebelumnya, bertepatan dengan hari Batik Nasional tanggal 2 Oktober, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengunggah tentang penggunaan baju batik dalam rapat di Balai Kota. Ia juga mengenakan masker dari batik.

Anies dalam unggahannya menyebutkan batik asalnya digunakan sebagai kain 'jarik' (bawahan). Pakemnya dulu, kaum lelaki selalu memakai baju kemeja polis ataupun lurik dan tidak berkemeja dengan bermotif.

Suatu saat ada yang mengambil langkah kebaharuan, di luar kebiasaan. Perancang busana menggunakan kain hasil membatik bukan sebagai jarik, tapi menjadi kemeja bagi kaum lelaki.

"Mengejutkan karena menerobos kebiasaan, menerobos tradisi. Pastinya banyak pihak menyebut itu adalah pelanggaran pakem. Kini sejarah pelanggaran itu tak ada lagi yang tahu dan diingat. Bahkan hari ini batik pun bisa digunakan menjadi masker," tulis Anies.

Jumlah pasien COVID-19 masih tinggi, maka jangan lupakan 3M: memakai masker, menjaga jarak dan hindari kerumunan, serta mencuci tangan.

#pakaimasker
#jagajarakhindarikerumunan
#cucitanganpakaisabun
#ingatpesanibu
#satgascovid19