Pajak Karbon PLTU Diterapkan 1 April 2022, Segini Tarifnya

Ilustrasi PLTU
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Kementerian Keuangan menyebut Indonesia menjadi penggerak utama penerapan pajak karbon di dunia, khususnya untuk kategori negara-negara berkembang atau emerging market.

Pada 7 Oktober 2021, pajak karbon lahir melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan menambah kebijakan fiskal yang digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, ini bukti konsistensi komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan dan berkelanjutan.

“Indonesia menjadi penggerak pertama pajak karbon di dunia terutama dari negara kekuatan ekonomi baru (emerging)," kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu, 12 Oktober 2021.

Baca juga: Rambah Pasar Internasional, Pertamina Jual Avtur di 47 Negara

PLTU Tanjung Jati, Jepara (ilustrasi)

Photo :
  • Bayu Nugraha/VIVA.co.id

Untuk tahap awal, mulai 1 April 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax). 

Tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan, sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batu bara. 

Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang telah dibelinya di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya.

“Indonesia menjadi penentu arah kebijakan global, bukan pengikut, dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan," tegasnya.

Febrio menyatakan, Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur.

Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berbahaya bagi lingkungan, dengan penurunan sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. 

Prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca tersebut berada pada sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi Indonesia.