BNI Cetak Laba Bersih 2022 Rp 18,31 Triliun, Dirut: Tertinggi Sepanjang Sejarah

Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar.
Sumber :
  • M Yudha P / VIVA.co.id

VIVA Bisnis – Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, Royke Tumilaar melaporkan, pihaknya berhasil mencetak laba bersih konsolidasi sebesar Rp 18,31 triliun di sepanjang tahun 2022.

"Tumbuh signifikan 68 persen year on year (yoy), dan merupakan perolehan laba bersih tertinggi sepanjang sejarah BNI," kata Royke dalam telekonfrensi, Selasa, 24 Januari 2023.

Dia menambahkan, capaian ini ditopang sejumlah hal, antara lain total kredit yang disalurkan hingga sebesar Rp 646,19 triliun pada 2022. Atau tumbuh di atas target awal perusahaan yaitu mencapai 10,9 persen (yoy).

Hal itu diikuti dengan Net Interest Margin (NIM) yang terjaga di posisi 4,8 persen, serta pertumbuhan kredit sehat yang ditopang oleh ekspansi bisnis dari debitur top-tier dan bisnis turunannya yang berasal dari value chain debitur.

Gedung BNI

Photo :
  • BNI

Dari sisi likuiditas, BNI berhasil mencatatkan pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) yang kuat sebesar 10,1 persen (yoy), dari strategi membangun transaction-based CASA melalui penyediaan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan reliable.

"Seiring pertumbuhan fee-based income (FBI) yang tercatat sebesar 8,7 persen (yoy) menjadi Rp 14,8 triliun," ujarnya.

Sementara di segmen Business Banking, Royke memastikan bahwa BNI semakin aktif memfasilitasi sindikasi dan mampu berkontribusi hampir Rp 1 triliun ke pendapatan non-bunga, atau naik 100 persen dibandingkan tahun lalu.

Hasil kinerja yang positif ini berdampak pada Pre-provisioning Operating Profit (PPOP) yang dibukukan sebesar Rp 34,4 triliun, atau tumbuh 10,8 persen (yoy). Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui kebijakan perkreditan yang efektif, juga berhasil menekan rasio NPL sebesar 90 basis point (bps) secara tahunan menjadi 2,8 persen.

Gedung BNI.

Photo :

"Jumlah kredit yang direstrukturisasi dengan stimulus COVID-19 juga terus menurun nilainya,menjadi Rp 49,6 triliun atau setara dengan 7,8 persen dari total kredit. Penurunan di kuartal lalu terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi seperti restoran, hotel, tekstil dan konstruksi, yang mengindikasikan bahwa bisnis debitur di sektor tersebut mulai kembali pulih," kata Royke.

"Trend positif pada kualitas aset ini juga mendorong pembentukan beban CKPN menjadi lebih rendah, sehingga cost of credit membaik dari 3,3 persen di tahun sebelumnya menjadi 1,9 persen," ujarnya.