Taiwan Hadapi Dilema Terima Bantuan Vaksin China atau Tidak?

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc
EPA
Baru sedikit warga Taiwan yang sudah terima vaksin Covid.

Walau pada awalnya sukses menekan penularan virus corona, Taiwan justru kini bersusah payah menghadapi lonjakan kasus Covid.

Untuk menekan lonjakan kasus, Taipei tengah berjuang mendapatkan vaksin untuk melindungi rakyatnya dan, sebagai tetangga dekat, China telah menawarkan bantuan.

Tawaran itu membuat para pemimpin Taiwan menghadapi dilema. Haruskah menerima bantuan dari negara yang selama ini tidak mau mengakuinya sebagai negara?

Atau, dalam kata lain, apakah virus kini lebih penting dari politik?

Sejauh ini, Taipei masih berkata tidak kepada Beijing.

AFP/Getty Images
Sejumlah jajak pendapat menyatakan banyak warga Taiwan mendukung cara pemerintah dalam "menjaga kedaulatan nasional."

Dilema itu baru muncul pada pertengahan bulan ini, saat Taiwan sudah mencatat kasus penularan sebanyak 1.500 dan 12 penderita meninggal.

Sejak itu, kasusnya mulai meningkat tajam. Hari Kamis kemarin saja (27/05), sebanyak 13 penderita meninggal dunia.

Masalahnya, baru sedikit warga Taiwan yang terlindung dari Covid.

Hingga pekan ini, Taiwan baru menerima 700.000 dosis vaksin. Artinya, baru 1?ri total populasi sebanyak 23 juta yang sudah disuntik.

Dalam memerangi lonjakan kasus, pihak berwenang di Taiwan memutuskan perlu lebih banyak vaksin, dan harus ada secepatnya.

Pada Selasa (25/05), Menteri Kesehatan Chen Shih-chung mengatakan bahwa dua juta dosis akan tiba pada Juni, dan 10 juta lagi di akhir Agustus.

"Taiwan tengah memperluas vaksinasi, dosis-dosis vaksin impor terus didatangkan," cuit Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, di Twitter.


Sebenarnya pulau itu tidak perlu jauh-jauh minta bantuan.

Sejumlah juru bicara pemerintah di Beijing sudah menegaskan bahwa China bersedia mengirim vaksin ke Taiwan bila diperlukan.

Namun, menerima bantuan tersebut merupakan keputusan yang sulit bagi Taiwan karena China merupakan seteru politik.

Sejak lama para pemimpin Taiwan menyatakan wilayah mereka adalah negara yang berdaulat dan ini selalu ditolak China.

Beijing tetap berkukuh bahwa Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya dan harus dipersatukan dengan China daratan.

Kenyataan politik itu yang menekan Taiwan - dan juga dunia.

Profesor Steve Tsang, pengamat dari School of Oriental and African Studies di London, memaparkan dilema Taiwan itu.

Bila Taiwan menerima bantuan vaksin, tampaknya Beijing akan dianggap lebih mampu menyelamatkan rakyat Taiwan ketimbang pemerintah mereka sendiri di tengah pandemi.

Sedangkan bila menolak bantuan, Taipei akan dianggap tidak peduli dengan kesehatan rakyat sendiri.

Dengan demikian, "Taiwan pada akhirnya bisa dipandang buruk," kata Tsang.

Apalagi muncul tekanan bagi Presiden Tsai untuk menerima tawaran bantuan dari China.

Reuters
Muncul seruan di Taiwan agar pemerintah menerima tawaran bantuan vaksin dari China.

Hung Hisu-chu, politisi senior Partai Kuomintang yang beroposisi, baru-baru ini mengingatkan Presiden Tsai bahwa musuh sesungguhnya saat ini adalah Covid, bukan Beijing.

Dia lalu mendesak Tsai untuk menerima vaksin dari China sesegera mungkin.

Para politisi lain juga melontarkan pesan serupa.

Menambah tekanan pula, media pemerintah China juga telah memaparkan kesulitan yang tengah dihadapi pemimpin Taiwan.

Harian Global Times menulis berita utama yang menuduh Tsai telah mengabaikan kebaikan Beijing dan permintaan dari rakyatnya sendiri agar mereka segera divaksin.

Presiden Taiwan pun langsung bereaksi keras dalam rangka menyelamatkan reputasinya.

Pada Rabu (26/05), dia mengatakan bahwa China telah menghambat upaya Taiwan untuk mendapatkan pasokan vaksin Pfizer/BioNTech.

"Kami menolak intervensi pihak luar dalam upaya kami mendatangkan vaksin ke Taiwan, begitu pula menentang segala upaya untuk mengeksploitasi pasokan vaksin untuk kepentingan politik," tulisnya.

Dari pernyataan itu Tsai ingin menggambarkan China sebagai penghalang, bukan penolong.

Reuters
Taiwan berjuang keras menekan angka penularan Covid - salah satunya rutin menyemprot disinfektan ke permukiman penduduk.

Pada akhirnya Profesor Tsang yakin presiden Taiwan itu akan selamat menghadapi situasi rumit itu.

Pasalnya, sebagian karena banyak warga di Taiwan tidak ingin vaksin buatan China; mereka tidak yakin akan keselamatan dan kemanjurannya.

Faktor lain, ungkap Tsang, adalah situasi ini bisa dikendalikan mengingat Taiwan telah berpengalaman menghadapi wabah penyakit.

"Taiwan telah menangkap imajinasi kami saat ini karena telah melakukannya dengan sangat baik sebelumnya," kata Prof Tsang.

Pengalaman yang dimiliki itu menjadi modal Taiwan untuk bisa menekan tingkat penularan sekaligus mencegah dilema vaksin itu berakibat buruk secara politis bagi Presiden Tsai.