Tersinggung Disebut Anak Haram, Obama Tolak Bertemu Duterte

Presiden AS Barack Obama.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Presiden Barack Obama membatalkan rencana pertemuan perdananya dengan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Obama marah setelah Duterte menggambarkannya sebagai "anak haram."

Kejadian ini bermula setelah Presiden Obama mengatakan, saat bertemu dengan Duterte, AS tak akan memberi toleransi sedikit pun mengenai pelanggaran hak asasi yang terjadi di Filipina, meski selama ini Filipina adalah sekutu setia AS.

Duterte merespon pernyataan Obama dengan mengatakan, ia tak peduli dengan pernyataan yang disampaikan oleh "anak haram." Komentar tersebut disampaikan Duterte pada Minggu, 4 September 2016, sebelum pergi untuk menghadiri pertemuan tinggi pemimpin Asia Tenggara dan Asia Timur.

Obama lalu menyampaikan keberatannya atas pernyataan Duterte saat menghadiri KTT G 20 di Hangzhou, China. Saat konferensi pers, Obama mengatakan, ia telah meminta staf ahlinya untuk berbicara dengan pihak berwenang Filipina untuk mendapatkan kejelasan, secara fakta, kapan AS bisa mendapatkan pembicaraan yang konstruktif dan produktif. Beberapa jam kemudian, staf ahli Obama mengatakan, rencana pertemuan dengan Duterte mereka batalkan.

Sebaliknya, Obama tetap melanjutkan rencana pertemuan dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye pada Selasa, 6 September 2016. Menurut juru bicara Gedung Putih untuk keamanan nasional Ned Price, pertemuan Obama dengan Presiden Korea Selatan untuk membicarakan masalah peluncuran rudal yang dilakukan Korea Utara.

Presiden Duterte yang saat ini tengah menuai kritik akibat caranya memerangi peredaran narkoba di Filipina, beberapa jam kemudian menyesali komentarnya. Ia menyadari komentarnya tersebut sebagai sebuah serangan pribadi pada Barack Obama.

"Menurut Presiden Duterte, ia mendapat laporan dari pers kami, bahwa Presiden Obama akan memberinya ceramah soal pelanggaran HAM dalam pertemuan mereka. Itu sebabnya ia memberi komentar seperti itu," ujar pihak berwenang Filipina, seperti dikutip dari Reuters, 6 September 2015. "Ia menyesalkan, pernyataanya pada pers itu telah menimbulkan kontroversi," ujarnya menambahkan