Erdogan: AS Jangan Jadi Negara Penampung Teroris

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Presiden AS Barack Obama.
Sumber :
  • Reuters/Jason Reed

VIVA.co.id – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Amerika Serikat seharusnya tidak menjadi 'negara yang menampung teroris' seperti ulama Turki yang kini tinggal di AS, Fethullah Gulen.

Oleh karena itu, seluruh aktivitas Gulen di seluruh dunia harus dilarang. Erdogan mengatakan, Washington tidak memiliki alasan sama sekali untuk menghambat Gulen pulang ke Turki.

Menurut laporan para pejabat Turki, Gulen dituding telah membangun jaringan bersama para pengikutnya selama puluhan tahun di dalam tubuh angkatan bersenjata dan pegawai negeri sipil yang bertujuan menggulingkan Presiden Erdogan.

"Jika Amerika merasa kami (Turki) adalah sekutu strategis sekaligus mitra NATO, mereka seharusnya tidak membiarkan teroris seperti Gulen mengendalikan organisasinya," kata Erdogan, seperti dikutip situs Reuters, Selasa, 20 September 2016.

Pihak berwenang Turki telah menindak sekolah, media massa dan bisnis yang dijalankan oleh Gulen sejak kudeta 15 Juli lalu.

Turki juga telah memecat atau menangguhkan lebih dari 100 ribu tentara, polisi dan pegawai negeri sipil, sejak peristiwa kudeta militer gagal karena dicurigai dekat dengan jaringan Gulen.

"Setidaknya 40 ribu orang telah ditahan," tuturnya. Hubungan Turki dengan AS sedang berada ketegangan.

Selain masalah Gulen, hubungan keduanya makin renggang lantaran dukungan Washington bagi milisi YPG Kurdi, yang dianggap sebagai kelompok teroris.

Milisi YPG merupakan mitra Paman Sam yang paling efektif di lapangan pada laga yang pasukan koalisi menghantam militan ISIS.

Gulen, yang telah tinggal di pengasingan di Pennsylvania sejak 1999 silam, membantah keterlibatannya dalam kudeta Turki gagal.

Namun, Washington mengatakan akan mengekstradisinya hanya jika Turki memberikan bukti. Inilah yang membuat frustrasi pemerintah Turki.

Kelompok HAM Turki, sebelumnya telah menuduh Erdogan menggunakan kudeta dan pembersihan yang telah mengikuti untuk menekan oposisi.