Kata LBH Soal Ancaman Polisi Terkait SKCK Pelajar Pendemo

SKCK.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta mengecam langkah Polri yang mengancam pelajar yang ikut aksi unjuk rasa Omnibus Law, akan diberikan catatan khusus dalam penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Langkah itu disebut akan menyebabkan para pelajar sulit mencari kerja. Di sisi lain juga ada rencana Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok yang akan melakukan drop out (DO) kepada pelajar yang melakukan aksi demonstrasi.

"Jika benar hal tersebut dilakukan, tindakan tersebut jelas bentuk kesewenang-wenangan aparat dan pejabat publik serta merupakan pelanggaran hak warga, bentuk penghalangan hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum," kata pengacara publik LBH Jakarta, Rasyid Ridha, ketika dikonfirmasi, Kamis, 15 Oktober 2020.

Baca juga: Penjelasan Polisi soal Daftar Hitam SKCK buat Pelajar yang Ikut Demo

LBH memandang langkah polisi ini juga bentuk intimidasi kepada pihak yang mengkritisi UU Cipta Kerja. LBH meminta Polri tidak menjadikan hukum sebagai alat menindas rakyat.

"Langkah ini semakin menguatkan dugaan Kepolisian tidak independen dalam merespons aksi unjuk rasa masyarakat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja pascaterbitnya telegram Polri bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020.  LBH Jakarta mengingatkan Polri untuk tidak jadi alat represi pemerintah untuk menghalang-halangi aksi unjuk rasa warga yang menolak UU Cipta Kerja," kata Rasyid.

Menurut LBH, dalam pencatatan polisi untuk SKCK, seseorang harus melakukan tindak pidana terlebih dahulu, diproses oleh Kepolisian, Kejaksaan, disidang oleh Pengadilan dan mendapatkan putusan yang bersifat final. Baru kemudian dapat dinyatakan melanggar hukum dan dicatat dalam catatan kepolisian tersebut.

"Pelajar yang ditangkap secara sewenang-wenang karena baru akan mengikuti unjuk rasa tidak dapat dinyatakan melanggar hukum,” ujar Rasyid.  Dia melanjutkan. “Karena setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah, sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.”