Postingan Anies Baca Buku How Democracies Die, Sindir Siapa?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Pemeriksaan di Polda Metro Jaya
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Gubernur DKI Jakarta, anies-baswedan">Anies Baswedan, sempat memamerkan aktivitasnya saat libur akhir pekan yakni membaca buku. Anies mengunggah foto sedang membaca buku pada Minggu, 22 November 2020.

Terlihat, Anies sedang duduk santai memakai sarung songket, baju putih lengan pendek sambil membaca buku yang berjudul ‘How Democracies Die’ karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Anies pun tidak banyak menuliskan status saat membaca buku tersebut, hanya menyapa warganet saja untuk menikmati akhir pekannya. “Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi,” kata Anies dikutip dari Twitter pada Senin, 23 November 2020.

Postingan Anies menimbulkan berbagai macam komentar dari netizen, ada yang mendukung tapi tak terlepas juga celaan. Selain itu, Anies pun disodorkan buku sebagai rekomendasi untuk dibaca juga.

“Khusus Pak @aniesbaswedan saya rekomendasikan buku lagi nih (50 tanda orang munafik karya Abu Abdullah Abdurrahman bin Ali bin Hasan Al-Arumi),” tulis akun Buya Esok @emerson_yuntho.

Lalu, buku apa yang dibaca oleh Anies tersebut? Buku dengan halaman setebal 288 halaman ini terbitan tahun 2019 yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. 

Dilansir dari google books, buku berjudul ‘How Democracie Die’ yang dibaca Anies itu mengulas tentang demokrasi bisa mati karena kudeta -atau mati pelan-pelan. 

Demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan. Kematian itu bisa tak disadari ketika terjadi selangkah demi selangkah dengan terpilihnya pemimpin otoriter, disalahgunakannya kekuasaan pemerintah, dan penindasan total atas oposisi.

Ketiga langkah itu sedang terjadi di seluruh dunia dan kita semua mesti mengerti bagaimana cara menghentikannya.

Dalam buku ini, dua profesor Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt menyampaikan pelajaran penuh wawasan dari sejarah untuk menerangkan kerusakan rezim selama abad ke-20 dan ke-21. Mereka menunjukkan bahayanya pemimpin otoriter ketika menghadapi krisis besar.

Berdasarkan riset bertahun-tahun, keduanya menyajikan pemahaman mendalam mengenai mengapa dan bagaimana demokrasi mati; suatu analisis pemicu kewaspadaan mengenai bagaimana demokrasi didesak; dan pedoman untuk memelihara dan memperbaiki demokrasi yang terancam, bagi pemerintah, partai politik, dan individu.

Sejarah tak berulang. Namun kita bisa melindungi demokrasi kita dengan belajar dari sejarah, sebelum terlambat. (ase)