Musim Menikah di Kepulauan Seribu Telah Tiba

Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Idul adha atau lebaran Haji tampaknya menjadi waktu yang dinilai baik oleh umat Muslim untuk melangsungkan pernikahan. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan jumlah pasangan yang mendaftarkan diri untuk melangsungkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA). Salah satunya di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Kepala Seksi (Kasie) Bimas Islam, Kementrian Agama Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Safrudin, mengatakan pasangan yang akan menikah usai perayaan Hari Raya Idul Adha di Kepulauan Seribu meningkat 30 persen dari bulan-bulan sebelumnya.

Menurut Safrudin, menikah di bulan Dzulhijjah dalam kalender Hijriah (Kalender penanggalan Islam), merupakan tradisi keberagamaan yang kuat di Kepulauan Seribu. 


"Kalau bulan-bulan biasa itu paling banyak enam pasangan calon pengantin, tapi kalau pasca Idul fitri atau bulan Syawal dan Idul Adha atau bulan Dzulhijjah, angka pasangan yang akan melangsungkan akad nikah bisa meningkat hingga 30 persen," kata Safrudin saat dihubungi, Jum'at  25 September 2015.


Ia menjelaskan, dalam menentukan momen pernikahan, banyak faktor yang dimaknai dengan hal-hal baik, seperi penentuan waktu yang baik, meliputi: jam, hari, tanggal, bulan  tahun serta hal lain yang mengacu kepada tradisi dan nilai-nilai budaya yang dianut dalam masyarakat Indonesia. 


Menurut Safrudin, sebenarnya tidak ada istilah bulan bagus atau jelek. Namun, menurut pengalaman yang ada, dua bulan dalam kalender Hijriah, yakni bulan Muharam dan Dzulqoidah adalah bulan yang paling sedikit atau nyaris tidak ada pasangan yang menikah dibulan tersebut. 


Sedangkan untuk biaya pernikahan, dalam ketentuan pemerintah, Kepulauan Seribu masuk dalam tipologi Kepulauan, yang membebankan biaya tambahan untuk transportasi penghulu sebesar Rp1juta. KUA Kepulauan Seribu juga belum memiliki boat untuk kemudahan operasional kantor. 


"Jadi kalau masyarakat Pulau Seribu menikah di luar KUA dan atau di luar waktu kerja KUA dikenakan biaya Rp600.000 sesuai PP 48/2014. Tambahan biaya transportasi juga dibebankan jika kemudian ada warga diluar Pulau Harapan dan Pulau Tidung sebagai pusat Pemerintahan Kecamatan," ujar dia. (ren)