Korban Gusuran Bukit Duri Dinilai Patut Dapat Ganti Rugi

Kondisi Bukit Duri usai penggusuran beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Irwandi Arsyad - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Sekretaris Jendral (Sekjen) Konsorsium Pembaharuan Agraria, Iwan Nurdin, mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berkewajiban memberi ganti rugi kepada warga RW 9, 10, 11 dan 12 Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, sebagai korban penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Wajib, sangat wajib diganti rugi dan kalau pemerintah memikirkan cara dibangun semacam ini (dan merasa) jadi lebih baik, bukan hanya soal ganti rugi berupa uang tapi (kewajiban) ganti rugi revitalisasi agar warga jadi lebih baik, secara usaha, secara kesehatan dan masa depan," kata Iwan di lokasi penggusuran Bukit Duri, Jakarta Selatan, Kamis 29 September 2016.

Iwan juga menerangkan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak bisa membuktikan terkait klaim bahwa tanah itu merupakan tanah milik negara.

"Klaim bahwa ini adalah tanah negara itu tidak tebukti, pemerintah provinsi tidak membuktikan kalau dia mempunyai sertifikat hak milik tanah itu," lanjutnya.

Dia juga menyebut klaim Pemprov DKI Jakarta telah berbuat baik dengan memindahkan masyarakat di Bukit Duri ke Rusunawa Rawa Bebek bukan konsep yang tepat dalam sebuah pembangunan. Pemprov diminta tak hanya menyiapkan bangunan namun juga ruang publik dan tempat usaha bagi masyarakat.

"Maka dari itu tempat-tempat semacam itu harus disediakan dan konsepnya harus bersama dengan masyarakat. Jadi kalau dia melakukan penggusuran dan relokasinya dengan rusunawa, itu bukan sesuatu yang manusiawi tapi harus dengan konsep revitalisasi kampung atau revitalisasi daerah tersebut dengan melibatkan masyarakat," kata dia.

Konsorsium lebih lanjut meminta agar pemerintah daerah menjelaskan soal kepemilikan tanah yang diklaim selama ini.

"Negara itu enggak memiliki tanah. Negara itu hanya mengatur hubungan hukum antarnegara dengan tanah.  Diberikan sertifikat apa, jadi semua harus punya sertifikat termasuk pemerintah daerah," ujar Iwan.

Dalam UU Pokok Agraria kata dia, negara juga harus memiliki sertifikat dan harus bisa menunjukkannya. Selain itu harus diperjelas jikalau pemerintah memang memiliki hak pakai atau hak pengelolaan.

 

(ren)