Bawaslu DKI Temukan Indikasi Politik Uang
- VIVA.co.id/ Danar Dono
VIVA.co.id – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum, atau Bawaslu DKI Jakarta, Mimah Susanti meminta, setiap pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tidak mengobral politik uang dalam pertarungan di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Bawaslu, menurut Mimah, sudah menemukan adanya indikasi permainan politik uang dalam Pilkada. "Panwaslu sudah menemukan dugaan adanya indikasi money politic di Jakarta, dan saat ini sedang ditangani. Saya berharap, tim kampanye paslon, relawan dan simpatisan tidak mengobral politik uang saat masa tenang dan hari pencoblosan," kata Mimah di Makodam Jaya, Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur, Senin 13 Februari 2017.
Menurutnya, politik uang tidak hanya dimaknai pemberian uang saja. Namun, pemberian lainnya seperti bahan pokok juga disebut politik uang.
"Kami temukan di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu yaitu pembagian materi, bahan-bahan seperti sembako di luar yang ditentukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Ini kan modus namanya, modus yang mengarah politik uang," katanya.
Namun, ia enggan menyebut dari pihak mana yang diduga melakukan tindak pidana politik uang. "Nantilah. Masih dalam pendalaman," katanya.
Ia menambahkan, politik uang akan dikenakan sanksi yang cukup berat karena hal tersebut merupakan pelanggaran Pilkada. Bahkan, hal ini bisa menjerat siapapun termasuk penerima. "Ini berlaku untuk setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan hukum akan dikenakan tindak pidana," ujarnya.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi M. Iriawan akan membentuk tim satuan tugas (satgas) gabungan untuk mencegah adanya politik uang dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Satgas ini, kata dia, dibentuk setelah pihaknya beserta TNI menemukan adanya indikasi politik uang dalam Pilkada.
"Informasi yang kami dapat beserta TNI, bakal akan adanya indikasi money politic. Sebab itu, kami sampaikan, kami tim gabungan telah membentuk tim khusus OTT (Operasi Tangkap Tangan) money politic," kata Iriawan di Markas Komando Militer Daerah Jakarta, Jakarta Timur, Senin.
Bila pihaknya menemukan adanya politik uang, ia tidak segan untuk melakukan tindakan hukum, baik terhadap pemberi, penerima, atau pun yang menyuruh.
Untuk pemberi diancam 36 bulan paling singkat dan paling lama 72 bulan sesuai Pasal 187 UU Pilkada. Kemudian, penerima dapat dihukum dengan ancaman 32 bulan dan paling lama 72 bulan sesuai 187 b UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Bagi yang menyuruh, atau turun melakukan juga akan dikenakan pidana, paling singkat 36 bulan, 72 bulan paling lama. Sesuai Pasal 55 KUHP jo 187 UU pilkada," katanya. (asp)