Masjid Ahmadiyah Disegel Satpol PP di Depok

Sebuah masjid milik jemaah Ahmadiyah disegel aparat Satpol PP di Jalan Raya Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA.co.id - Sebuah masjid milik jemaah Ahmadiyah disegel aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Jalan Raya Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 24 Februari 2017. Masjid itu disegel setelah aparat menerima banyak komplain dari warga sekitar.

Penyegelan itu disaksikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Sawangan, M Syafei; Pengasuh Pesantren Al Karimiyah, Damanhuri; tokoh agama setempat, Ahmad Fakhrudin, dan sejumlah warga.

Menurut Kepala Kantor Satpol PP Kota Depok, Dudi Mi’raz, penyegelan masjid itu sudah kali keenam. Masjid disegel karena warga melaporkan tentang aktivitas jemaah Ahmadiyah di tempat ibadah itu. 

“Dari laporan itu kemudian kami rapatkan (dimusyawarahkan) hingga akhirnya kami lakukan penyegelan,” kata Dudi kepada wartawan.

Dia berharap jemaah Ahmadiyah mematuhi larangan beraktivitas peribadatan di masjid itu setelah dipasangi tanda segel. Aparat tentu akan bertindak tegas jika segel dirusak atau diturunkan. "Kami akan mengambil sarana dan prasarana yang ada," ujar Dudi.

Bertentangan dengan Islam

Ahmadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1889 di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih, dan al Mahdi.

Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah dianggap melenceng karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi (Isa al Masih dan Imam Mahdi). Hal itu bertentangan dengan pandangan umum Islam yang memercayai Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, meski juga memercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi.

Pengikut kelompok itu di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum pada tahun 1953.

Pidana

Pada 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia resmi melarang kegiatan keagamaan Ahmadiyah, terutama yang dianggap bertentangan dengan Islam. Larangan itu merupakan keputusan bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung.

Menteri Agama saat itu, Maftuh Basyuni, mengatakan bahwa keputusan bersama tiga pejabat pemerintah sebenarnya tidak berisi perintah larangan terhadap kegiatan Ahmadiyah. "SKB itu hanya untuk meminta para Ahmadiyah, kalau dia menganggap sebagai seorang Islam, meninggalkan pengakuannya terhadap nabi lain selain Nabi Muhamad sebagai nabi terakhir," katanya.

Pemerintah, menurut Menteri Maftuh, akan menindak secara pidana jika Ahmadiyah masih melanjutkan kegiatan penyebaran agama seperti sebelum terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri.

Menurut Jaksa Agung kala itu, Hendarman Supanji, pengawasan SKB tentang Ahmadiyah akan diserahkan kepada polisi dan masing-masing pemerintah daerah. (ase)