Film Dokumenter Lumpur Sidoarjo Diluncurkan

Lumpur porong Sidoarjo
Sumber :
  • Satriyo Eko P | Surabaya Post

VIVAnews - Hari ini, sebuah film dokumenter tentang bencana lumpur Sidoarjo diluncurkan di Scottsdale Arizona Amerika Serikat.

Peluncuran film bertajuk "Mud Max: Investigative Documentary - Sidoarjo Mud Volcano Disaster", itu bertepatan dengan acara simposium "Living with the Planet", yang digelar oleh Arizona State University, The School of Earth and Space Exploration.

Di ajang ini, beberapa pakar dan geologis terkemuka dari Eropa dan Amerika Serikat - termasuk USGS, turut hadir.

Film besutan perusahaan Inggris Immodicus dan Arizona State University, itu melibatkan sejumlah peneliti, pakar geologis, ahli pengeboran dan praktisi yang mendalami kasus ini. 

"Proyek Mud Max ini merupakan hasil investigasi selama 27 bulan, yang dilakukan oleh Immodicus, bekerjasama dengan Arizona State University, School of Earth and Space Exploration," tulis rilis yang diterima VIVAnews, Senin 16 November 2009.

Lumpur Sidoarjo, pertama kali meletus pada 29 Mei 2006 sekitar pukul lima pagi, 150 m dari lokasi pengeboran Banjar Panji 1, di Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo. Lumpur panas ini muncul selang dua hari setelah terjadinya gempa 6,3 SR di Yogjakarta.

Musibah itu langsung menyedot perhatian dunia, karena dampaknya yang sangat luas. Sekitar 40 ribu penduduk yang bermukim di sekitar lokasi, kehilangan rumah, harta benda, bahkan kehilangan kerabat mereka.

Hingga kini lumpur masih terus merembes ke permukaan bumi dengan kecepatan 150 ribu per meter kubik setiap harinya.

Para ahli terbelah dua dalam memandang kasus ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa bencana disebabkan oleh adanya aktivitas pengeboran di daerah ini. Pendapat kedua mengatakan bahwa letusan mud volcano dipicu oleh aktifitas seismik gempa Yogyakarta.

Hingga kini silang pendapat masih terjadi. Produser film Gary Hayes mengatakan bahwa tujuan dari ‘Mud Max’ adalah menyodorkan fakta-fakta dan pandangan-pandangan dari semua sisi, agar publik bisa menyimpulkan sendiri penyebab bencana LUSI  ini.

"Kami berharap film dokumenter ini bisa menjadi representasi dari isu mengerikan, yang dialami masyarakat Indonesia, yang tinggal di lokasi paling eruptif di bumi ini,” ujar Garry.