Ridwan Kamil Kaji Moratorium TKI
- VIVA/Adi Suparman
VIVA – Eksekusi mati Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Majalengka Jawa Barat Tuty Tursilawati oleh Arab Saudi dinilai menjadi peringatanpemerintah untuk mengevaluasi program pengiriman tenaga kerja.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyikapi kejadian Tuty dengan rencana mengkaji ulang moratorium pengiriman tenaga kerja wanita.
“Jangka panjangnya kami bertekad lima tahun, sedang mempelajari moratorium, tidak boleh ada pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri yang rawan seperti ini,” ujar Ridwan Kamil di Bandung Jawa Barat, Rabu 31 Oktober 2018.
Untuk memberikan kepastian lapangan kerja di pedesaan, ia menggagas program satu desa satu perusahaan dan kredit mesra menjadi ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf ekonomi.
Emil, panggilannya, menargetkan dengan program tersebut, masyarakat di pedesaan mulai tidak tertarik bekerja ke luar Negeri. “Satu Desa Satu Perusahaan, Kredit Masjid Sejahtera (Mesra) itu maksudnya agar mereka ada kerjaan,” katanya.
“Di zaman saya jadi gubernur, perusahaan-perusahaan akan didirikan supaya mereka tidak berkesusahan terus, akhirnya tidak ada harapan, pergi ke luar (negeri) untuk mencari penghidupan,” ujarnya memastikan.
Seperti diketahui, pada Senin 29 Oktober 2018 Tuty Tursilawati. dieksekusi mati di Arab Saudi tanpa ada pemberitahuan pihak berwenang setempat kepada perwakilan diplomatik Indonesia – baik KBRI maupun KJRI – maupun keluarga korban.
Tuty yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dituduh membunuh majikan ayahnya yang bernama Suud Mulhak Al Utaibi pada 2010. Diketahui Suud telah melakukan pelecehan seksual kepada Tuty.
Pihak Kementerian Luar Negeri RI sangat menyayangkan sikap pemerintah Arab Saudi yang tidak memberikan notifikasi atau pemberitahuan kepada KBRI di Arab Saudi terlebih dahulu mengenai eksekusi mati yang akan dilakukan.
"Kami sangat menyayangkan pihak dari Arab Saudi tidak memberitahukan kepada KBRI bahwa Tuti akan dieksekusi kemarin. Ini adalah kebiasaan internasional di kalangan negara yang beradab yakni memberikan notifikasi terlebih dahulu jika ada warga negara asing yang akan dieksekusi," kata Direktur Perlindungan warga negara Indonesia dan badan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri RI, Muhammad Iqbal, di Jakarta, Selasa 30 Oktober 2018.