Sidang Kasus Meikarta, Bupati Bekasi Akui Commitment Fee Rp20 Miliar

Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Adi Suparman (Bandung)

VIVA – Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hasanah Yasin mengakui terdapat kesalahan dalam pembangunan apartemen Meikarta. Dia juga mengaku uang yang diterima senilai Rp16,1 miliar dari pengembang Meikarta dilakukan secara bertahap, paling banyak untuk kepentingan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah atau IPPT.

Hal tersebut diungkapkan Neneng, saat bersaksi untuk terdakwa kasus suap proyek Meikarta, Billy Sindoro di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung, Jawa Barat, Senin 14 Januari 2019.

“Ada kesalahan di Pemda Bekasi, di IPPT (Izin Peruntukan Penggunaan Tanah) dan SKKLH (Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup),” ujar Neneng kepada Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Neneng menuturkan, sebelumnya dari pihak pengembang tidak memberi tahu bahwa apartemen yang akan dibangun bernama Meikarta. Pembahasan soal Meikarta, dilakukan dengan pihak Meikarta di rumahnya.

“Awalnya, enggak tahu namanya Meikarta, ya sudah jalanin. Kemudian ketemu (dengan pengembang) tidak bicara uang pada saat itu di rumah saya, pada saat itu bilang mau bikin perumahan, ya sudah saya bilang silakan,” katanya.

Singkat cerita, Neneng menambahkan, setelah ada pengajuan, kemudian Pemda Bekasi melalui Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) melakukan verifikasi tanah. Kemudian, hasil verifikasi lahan tersebut, Neneng mengaku mulai ada kesepakatan commitment fee senilai Rp20 miliar.

“Dari 143 hektare, yang layak 86,4 hektare yang memenuhi syarat. Commitment fee-nya Rp20 miliar, karena sudah sesuai tata ruang. Setelah itu, saya dikirim uang secara bertahap,” katanya.

Seperti diketahui, tersangka kasus suap proyek Meikarta, Billy Sandoro didakwa telah melakukan suap terhadap Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin beserta beberapa pejabat Pemkab Bekasi mencapai Rp16,1 miliar.

Billy Sindoro selaku pimpinan pengembang Meikarta melalui PT Mahkota Sentosa Utama bersama-sama dengan terdakwa Hendry Jasmin, Taryudi, dan Fitradjaja Purnama melakukan suap pada Juni 2017 sampai Januari 2018. Kemudian, pada Juli hingga Oktober 2018, atau setidaknya pada pertengahan 2017 hingga Oktober 2018.

"Yang seluruhnya berjumlah Rp16,182 miliar dan SGD270 ribu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK, Yadyn.

Dari total suap Rp16,1 miliar itu, Billy memberikan uang itu kepada Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin Rp10,8 miliar dan SGD90 ribu, Rp1 miliar serta SGD90 ribu ke kepala DPMPTSP Bekasi Dewi Tisnawati, Rp1,2 miliar kepada Kepala Dinas PUPR Jamaludin, dan Rp952 juta kepada Kepala Pemadam Kebakaran Sahat Maju Banjarnahor.

Kemudian, kepada Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili sebesar Rp700 juta, Daryanto selaku Kepala Dinas LH Daryanto sebesar Rp300 juta, Tina Karini Suciati Santoso selaku Kabid Bangunan Umum Dinas PUPR sebesar Rp700 juta dan E. Yusuf Taufik selaku Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Bekasi sejumlah Rp500 juta. 

Jaksa menyatakan, suap tersebut diperuntukan sebagai pelicin untuk izin proyek Meikarta mulai dari Izin Peruntukan penggunaan Tanah (IPPT), Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Meikarta dengan tiga tahap. (asp)