Kepala Sekolah Penghukum Siswi SD Tunggak SPP Bisa Dipenjara

Ilustrasi kekerasan pada anak.
Sumber :

VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mengecam oknum kepala sekolah sebuah Sekolah Dasar di Bogor, yang menghukum push up seorang siswinya gara-gara menunggak membayar biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP.

KPAI mengingatkan bahwa si kepala sekolah bisa dihukum pidana penjara, karena dapat dianggap melanggar Undang-undang tentang Perlindungan Anak. Dinas Pendidikan setempat pun bisa menyanksi sekolah itu jika memang terbukti bersalah.

"... terkait dengan apakah ada pelanggaran, kalau betul ada, maka bisa dikenakan pasal (pidana). Kalau orangtua melaporkan, bisa kena pasal 76 c kekerasan terhadap anak," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti, saat dikonfirmasi wartawan pada Selasa 29 Januari 2019.

Kekerasannya pun, kata Retno, terbagi dua, yakni fisik dan piskis. Hukumannya diatur dalam pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak, yakni pidana penjara paling ringan 3,5 tahun dan paling berat 15 tahun.

Ancaman pada pasal itu, menurutnya, bakal makin berat jika pelakunya terbukti adalah orang dekat, termasuk oknum guru maupun kepala sekolah. "Bisa juga pengadilan melakukan pemberatan hukuman, dengan menambah sepertiga dari hukuman maksimal. Namun, tergantung apakah si orangtua melaporkannya ke ranah hukum atau tidak."

Mengenai sanksi terhadap sekolah, Retno akan berkoordinasi dengan ke Dinas Pendidikan setempat. Yang pasti, dia mengingatkan, kalau memang benar ada hukuman fisik semacam itu, dinas tak boleh membiarkan, karena akan menjadi contoh buruk. Apa saja alasannya, sekolah tetap salah kalau hukuman itu benar terjadi.

"Di pasal 54 Undang-undang Perlindungan Anak, ada ketentuan bahwa sekolah wajib melindungi anak-anak dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun. Nah, itu bisa jadi bahasan Disdik (Dinas Pendidikan)," kata Retno.

Dihukum push up

Seorang siswi sekolah dasar dihukum push up seratus kali, gara-gara menunggak membayar biaya SPP. Si bocah malang itu pun trauma berat.

Gadis cilik berinisial GNS dan berusia sepuluh tahun itu menceritakan hukuman push up yang dialaminya terjadi pada pekan lalu di sekolahnya di kawasan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saat ditemui di rumahnya, Depok, GNS tampak masih sangat terpukul atau trauma.

"Yang nyuruh Kepala Sekolah, gara-gara belum dapat kartu ujian, belum bayaran (membayar SPP)," katanya, saat ditemui wartawan di rumahnya.

Hukuman semacam itu pernah ia alami sebelumnya, namun jauh lebih ringan, yakni push up sepuluh kali. Hukuman yang terbaru itulah yang membuat GNS trauma, terutama karena push up membuat perutnya sakit hingga sekarang. Si bocah, bahkan enggan bersekolah lagi gara-gara hukuman fisik itu.

Otoritas SD tempat siswi itu sekolah di kawasan Bojonggede, tak menyangkal sudah menghukum push up kepada seorang siswinya. Namun, sebagaimana sang kepala sekolah katakan, hukuman push up itu sebetulnya cuma sepuluh kali, bukan seratus kali seperti pengakuan si bocah. Sang kepala sekolah berterus terang memberikan hukuman fisik itu hanya untuk terapi kejut.

"Enggak, kok, cuma sepuluh kali aja. Itu cuma shock therapy (terapi kejut)," kata Kepala SDIT Bina Mujtama, Budi, saat dihubungi VIVA pada Senin 28 Januari 2019.

Budi berdalih, dia memberikan hukuman itu, karena si siswi menunggak SPP selama sepuluh bulan. "Orangtuanya ini tiap kami panggil, enggak pernah datang untuk diskusi mengenai pembayarannya," katanya. (asp)