Puluhan Monyet Rusak Rumah Warga di Lembang: 'Jangan Salahkan Monyet'

Monyet sedang beraksi-GABRIEL BOUYS/AFP
Sumber :
  • bbc

Warga sebuah perumahan di Desa Mekarwangi, Lembang, Bandung , mengaku resah akibat kehadiran puluhan monyet yang dilaporkan mengambil makanan dan merusak rumah mereka.

"Gerombolan monyet itu merusak rumah, genteng bocor, kabel putus, kanopi penyok dan sebagainya," ungkap Zaki, warga setempat yang juga pengurus Rukun Warga daerah itu.

"Jadi kalau kita menanam buah-buahan, percuma karena diduluin mereka," ungkap Zaki. Gangguan monyet itu dirasakannya sejak dua tahun lalu. Daerah ini berdekatan dengan kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura).

Zaki mengatakan telah mengeluarkan uang sebesar Rp20 juta untuk meminta bantuan otoritas terkait untuk menangkap monyet-monyet tersebut.

Namun, dia merasa cara itu bukan solusi yang tepat, karena mereka "datang lagi dan lagi".

"Solusinya nggak jelas, kita sudah mengikuti arahan dari BBKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), nyatanya ya begitu," ujarnya kepada wartawan di Bandung Yulia Alazka.

Mengapa monyet-monyet itu mendatangi perumahan warga?

Menurut Kantor Dinas Kehuhatan Jawa Barat, kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) mengalami overpopulasi (kelebihan populasi) Monyet Ekor Panjang.

Akibatnya, monyet kekurangan sumber makanan di habitat aslinya, lalu keluar dari hutan dan mencari makan ke pemukiman di sekitar kawasan Tahura, kata pejabat Dishut Jabar.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Jawa Barat, Epi Kustiawan menyebutkan, populasi monyet dengan nama latin Macaca fascicularis ini mencapai lebih dari 600 ekor.

"Jumlah itu terlalu padat bagi kawasan Tahura yang luasnya hanya 528 hektar," kata Epi saat dihubungi, wartawan di Bandung, Julia Alazka, untuk BBC News Indonesia, Senin (28/01).

Apalagi, kawasan Tahura berbentuk seperti keris yang lurus memanjang sehingga ruang jelajah monyet terbatas, tambahnya.

Menurutnya, tumbuhnya pemukiman di sekitar Tahura juga turut memancing monyet keluar dari habitatnya.

"Overpopulasi iya, di atas 600 ekor. Sudah over karena home range -nya kecil Tahura itu. Karena kecil, sehingga dia ke rumah penduduk cari makanannya," katanya.

Terjadinya overpopulasi Monyet Ekor Panjang, katanya, disebabkan kelahiran monyet yang tidak terkendali. "Hewan primata itu memiliki sex ratio yang tinggi," ujar Epi.

Satu monyet jantan bisa mengawini 25 ekor monyet betina dengan tingkat kelahiran lebih dari 3 ekor per sekali kelahiran, paparnya

Belum temukan cara untuk mengendalikan

Dinas Kehutanan Jabar sebagai pengelola Tahura mengaku belum menemukan cara untuk mengendalikan kelahiran Monyet Ekor Panjang.

Hingga kini, ungkap Epi, belum terpikir untuk melakukan sterilisasi, khususnya pada monyet jantan.

"(Sterilisasi) belum. Saya juga belum mempelajari caranya. Saya kira itu menarik juga kalau dipelajari. Metodenya bisa si raja monyetnya disterilkan. Cuma nangkap rajanya gimana, susah," kata Epi.

Sejauh ini, Dishut Jabar mengendalikan populasi Monyet Ekor Panjang di Tahura dengan cara menangkap dan memindahkannya ke kawasan konservasi lain, bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar.

Untuk menambah sumber makanan, Dishut Jabar menanam Pohon Kaliandra dan biji-bijian yang digemari monyet. Pada 2018, sebanyak 100 batang pohon ditanam, sebagai bagian dari program pengkayaan tanaman di Kawasan Tahura.

Apa komentar penangkap monyet?

Melonjaknya populasi Monyet Ekor Panjang diduga terjadi pula di kawasan konservasi lain di Jawa Barat, kata seorang penangkat monyet.

Dudu Durahman, seorang penangkap monyet, mengaku sering mendapat panggilan dari warga maupun instansi tertentu yang kewalahan menghadapi gangguan monyet.

Dudu dan timnya pernah mendapat panggilan menangkap monyet di kawasan Pangandaran, Sukabumi, Kuningan, dan Jatigede Sumedang.

Namun, tidak semua ia penuhi karena klien tidak menyediakan tempat relokasi bagi monyet yang ditangkap.

"Jumlah monyetnya sudah terlalu banyak karena monyet beranaknya bisa setahun tiga kali. Beda dengan Lutung yang cuma setahun sekali," katanya kepada Yulkia Azka.

"Di Jatigede Sumedang, saya pernah nangkap 400 ekor. Saya serahkan ke BBKSDA Jabar untuk ditangkarkan," kata Dudu yang berprofesi sebagai penangkap monyet sejak 1980.

Hasil pengamatannya di Tahura, Dudu memperkirakan hidup sekitar 4,000 ekor Monyet Ekor Panjang yang terbagi dalam kelompok-kelompok besar.

Dia menduga, monyet-monyet itu kekurangan makanan sehingga turun ke pemukiman warga setempat.

Ahli: Monyet turun ke pemukiman, karena sampah pengunjung

Namun, Pakar Hewan ITB, Achmad Sjarmidi berpendapat, monyet-monyet terpancing turun ke pemukiman bukan karena overpopulasi dan minimnya makanan saja, tapi juga sampah.

"Hasil penelitian kami di berbagai lokasi wisata alam, populasi monyet ada hubungannya dengan sampah pengunjung. Mereka (monyet) belajar memanfaatkan bahan-bahan nonalami yang terkandung dalam makanan kemasan itu," papar Sjarmidi.

Tahura memang kawasan konservasi yang dijadikan tempat wisata. Kawasan ini selalu ramai dikunjungi warga.

Foto ilustrasi: Dua monyet ekor panjang yang berhasil ditangkap warga di komplek khusus Dosen ITB ini di Desa Mekarwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

"Tadinya kelompok monyet tidak sebanyak itu di Tahura. Pengunjung bertambah, monyet bertambah. Ketika pengunjung sepi, ditambah musim tidak mendukung, paceklik, mereka terpaksa masuk perumahan," tutur Sjarmidi.

Mengenai dugaan terjadinya overpopulasi monyet di Tahura, Achmad belum bisa memastikan.

"Belum ada penelitian tentang overpopulasi di Tahura," katanya.

BBKSDA Jabar pun belum bisa memastikan terjadinya overpopulasi di 50 kawasan konservasi yang dikelola.

"Belum ada kajian," kata Rifki Muhamad Sirojan, Kepala Seksi Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan BBKSDA Jabar.

Penangkapan bukan solusi

Sebanyak 25 ekor monyet, empat di antaranya masih bayi, ditangkap tim yang beranggotakan orang-orang dari suku Baduy. Puluhan ekor monyet itu ditangkap dengan menggunakan jaring.

Tim yang dipimpin Dudu ini telah bekerja sejak seminggu yang lalu. Mereka membuat semacam basecamp di halaman masjid Komplek PPR ITB dan juga membuat sejumlah kandang untuk monyet hasil tangkapan.

Monyet-monyet yang tertangkap sebagian besar dimasukkan ke dalam kandang bambu.

Dua ekor monyet dewasa dimasukkan dalam satu kandang, sementara monyet remaja dimasukkan dalam 6 kandang terpisah, sedangkan 3 ekor monyet yang masih bayi dilepaskan di pohon, tapi tubuh kecil mereka diikat dengan seutas tali rafia berwarna merah.

Satu ekor lagi bayi monyet dimasukkan ke dalam sebuah karung plastik.

"Kedinginan soalnya," kata Dudu menjelaskan alasan bayi momyet yang berusia sekitar satu bulan itu dimasukkan ke dalam karung.

Bayi-bayi monyet itu, kata Dudu, terlepas dari induknya saat penangkapan dilakukan. Untuk memenuhi kebutuhan susu bayi mamalia itu, Dudu memberi susu kemasan.

Setelah ditangkap, puluhan monyet itu akan diserahkan ke BBKSDA Jabar, katanya.

"Direhabilitasi dulu di pusat penyelamatan satwa atau karantina Dinas Peternakan Jawa Barat, kemudian di translokasi ke kawasan hutan yang sudah memiliki kajian untuk dijadikan tempat merilis primata," kata Rifki.

Mengapa monyet itu harus direlokasi?

Femke Monita, aktivis dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), mengatakan, kompleks perumahan yang dibangun dekat hutan sebaiknya memiliki manajeman yang bagus untuk menghindari konflik dengan satwa yang tinggal di hutan tersebut.

"Seharusnya jika ada gangguan populasi monyet seperti di kompleks perumahan itu yang notabene dibangun di wilayah hutan dengan habitat monyet, kelompok monyet di sana disteril atau relokasi," kata Femke.

"Itu baru manajemen yang profesional," katanya lagi.

Sedangkan, Sjarmidi menilai penangkapan monyet hanyalah solusi jangka pendek. Itupun harus dilakukan sesuai SOP dari BKSDA Jabar, katanya.

Cara lainnya, kata Sjarmidi, manusia jangan mengganggu pemukiman monyet.

`Jangan salahkan monyet`

Menurut Sjarmidi, manusia dinilai dominan dalam populasi dan penguasaan eksploitasi alam serta memiliki kreatifitas menciptakan teknologi yang dapat merusak.

"Jangan salahkan monyetnya saja dong ," ujarnya.

Salah satu yang dianggap mengganggu habitat monyet adalah pembangunan pemukiman dan bangunan lainnya di Tahura.

Epi menyebutkan di sebelah kiri kanan Tahura telah berdiri banyak bangunan yang tidak saja mengganggu habitat monyet, tapi juga burung.

"Burung juga terganggu home range -nya, banyak burung yang keluar dari hutan," kata Epi.

Komplek perumahan, hotel, restoran, dan tempat wisata terlihat cukup massif dibangun di sekitar Tahura yang juga menjadi bagian dari Kawasan Bandung Utara (KBU) ini.

Pada 2015, Bappeda Jabar mencatat pertumbuhan bangunan di KBU meningkat hingga 75 persen.