Penyebar Video Hoax Polisi Buka Kotak Suara di Tasikmalaya Ditangkap

Kepolisian Daerah Jawa Barat memperlihatkan seorang pria tersangka penyebar hoax tentang pelanggaran pemilu di Bandung, Selasa, 23 April 2019.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Kepolisian Daerah Jawa Barat menangkap pemilik akun Facebook Dany M Ramdany, berinisial DMR, karena diduga menyebarkan berita bohong alias hoax bahwa polisi membuka kotak surat suara di Cipedes, Kota Tasikmalaya.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu, tersangka diduga pada Senin, 22 April 2019, menyebarkan konten video bermuatan penghasutan, informasi bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat menggunakan akun Facebook.

DMR, katanya, mengunggah video kejadian berdurasi 1 menit dengan deskripsi ‘terjadi di Indihiang dan Cipedes Tasikmalaya Jawa Barat Polisi memaksa ingin membuka kotak suara, dihadang oleh FPI, Babinsa, dan relawan 02’.

“Tentang adanya konten di media sosial yang bersifat hoax, yaitu seolah-olah adanya pembukaan kotak suara secara ilegal oleh aparat dan kemudian dihentikan oleh ormas, semua itu tidak benar,” kata Trunoyudo di Bandung, Selasa, 23 April 2019.

Tersangka menyebarkan video itu dengan ponsel pintarnya Samsung Type S6 Edge dengan maksud dan tujuan agar viral. Dalam video itu, tersangka menggambarkan seolah terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu.

Namun faktanya, berdasarkan keterangan pada Sabtu, 20 April, telah dilaksanakan giat pengamanan lokasi penyimpanan Kotak Surat Suara di Kantor Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, oleh Linmas, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), anggota Babinsa dan dari Kepolisian.    
 
Tersangka ditangkap di lokasi ATM Drive True Bank BTN di Jalan Dr Ide Anak Agung Gde Agung, Kuningan, Jakarta Pusat. Dia dijerat pasal 45a Ayat (2) Jo pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

“Maka dalam hal ini langsung melakukan penyelidikan dan kemudian menangkap yang bersangkutan, dikenakan dengan ancaman maksimal enam tahun,” katanya. (mus)