Reuni 212 dan Aroma Tuntutan Terhadap Sukmawati

Aksi Mujahid 212 di Jakarta, Sabtu 9 September 2019.
Sumber :
  • Twitter/@IndahnyaIslam19

VIVA – Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif, tidak setuju bila reuni 212 digelar sebagai aksi unjuk rasa untuk menuntut Sukmawati Soekarnoputri terkait dugaan penodaan agama.

Menurut Slamet Maarif, reuni 212 yang sekaligus untuk menggelar Maulid Agung Nabi besar Muhammad SAW, sebagai moment untuk mengingatkan bagi seluruh anak bangsa agar tidak melakukan penisataan agama.

"Kita mengingatkan semua anak bangsa, tidak boleh menistakan agama. Agama apapun. Lewat acara besok kita mengingatkan semua anak bangsa," katanya saat berbicang dengan tvOne, Selasa 26 November 2019.

Saat ditanya kembali mengenai adanya tuntutan dalam reuni 212 terhadap apa yang disampaikan Sukmawati, Slamet Maarif memastikan bahwa reuni 212 bukan ajang untuk menyampaikan tuntutan atau demo. Kegiatan yang digelar sebagai wadah umat berkumpul, akan diisi dengan zikir dan munajat kepada Allah. Ada tauziah dan bukan untuk menyampaikan tuntutan.

"Tuntutan itu bentuknya demo, kita minta ketemu, audensi, ini kan tidak. Bentuknya kita zikir munajat kepada Allah, kemudian ada tausiah, jadi bukan tuntutan, tapi kita mengingatkan semua anak bangsa, bahwa tidak boleh ada siapapun, anak bangsa, menistakan agama," katanya.

Baca juga:

Tito Sebut Jakarta Kampung, Anies: Jangan Pikir Bisa Selesai Semalam

Kontingen Muslim di SEA Games 2019 Disuguhi Daging Babi

Terkait dengan apa yang disampaikan Sukmawati, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) ulama telah melaporkan putri mendiang Presiden Soekarno itu ke Bareskrim Polri. Laporan terhadap Sukmawati merupakan yang beberapa kali baik di Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.

Laporan tersebut dibuat lantaran Sukmawati dianggap telah melakukan penghinaan terhadap Islam. Apalagi saat berbicara di acara di bilangan Jakarta Selatan itu, Sukmawati juga membandingkan Alquran dengan Pancasila.

Perbuatan Sukmawati, bahkan dianggap lebih buruk daripada penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Karenanya, GNPF percaya polisi dapat profesional memproses laporan itu.

Dalam pelaporan tersebut, GNPF ulama membawa bukti laporan rekaman video saat Sukmawati mengucapkan hal tersebut dan sejumlah artikel mengenai ucapan itu. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/0991/XI/2019/Bareskrim tertanggal 21 November 2019. Sukmawati dilaporkan atas tuduhan penistaan agama sesuai Pasal 156 A KUHP Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946.