Laporan Harta Kekayaan Deputi Penindakan Terpilih KPK Jadi Kontroversi

Seorang petugas sedang membersihkan logo Gedung KPK di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdalih bahwa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Deputi Penindakan terpilih, Brigjen Pol. Karyoto memang masih perlu diperbaiki. Sehingga saat ini belum tercantum di website lembaga antirasuah tersebut. 

Diketahui Brigjen Pol. Karyoto telah melaporkan harta kekayaan pada 8 April 2020. Namun pada situs elhkpn.kpk.go.id, justru disebutkan Karyoto terakhir melaporkan LHKPN pada 18 Desember 2013.

Karyoto menyampaikan LHKPN pada 8 April 2020 saat mengikuti proses seleksi Deputi Penindakan. Sedangkan laporan pada 18 Desember 2013, saat itu dia menjabat Direktur Kriminal Umum Kapolda DIY dengan total harta senilai Rp5.453.000.000.

“Status pelaporannya adalah perlu perbaikan, mengingat ada beberapa dokumen yang harus dilengkapi terkait SK, istri dan anak dalam tanggungannya,” kata Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan, Ipi Maryati kepada awak media, Jumat, 16 April 2020.

Sebelum menjadi Deputi Penindakan, Karyoto menjabat sebagai Wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017, Wakapolda tidak termasuk sebagai pihak yang wajib lapor.

Padahal menurut Ipi, pelaporan LHKPN menjadi bukti tanggung jawab dan komitmen seorang penyelenggara negara kepada publik untuk berlaku jujur, transparan dan akuntabel.

“Dicantumkan atau tidaknya jabatan Wakapolda sebagai wajib lapor terbuka kemungkinan kami bahas lebih lanjut bersama Polri untuk lebih memaksimalkan upaya pencegahan korupsi,” ujarnya.

Sementara Plt Jubir KPK bidang penindakan, Ali Fikri menyebut, Karyoto tidak menduduki status sebagai penyelenggara negara setelah tahun 2013.

Karyoto pada 2015 menjabat Analis Kebijakan Madya bidang Pideksus Bareskrim Polri. Setahun kemudian, Karyoto menjadi Direktur Analis Pemutus Jaringan Internasional BNN. Dua tahun di BNN, Karyoto lalu bertugas sebagai Wakapolda Sulawesi Utara.

“Setelah itu tahun 2013, yang bersangkutan tidak menduduki jabatan sebagai Penyelenggara Negara,” imbuh Ali Fikri.

Baca juga: 3 Skenario Jika Haji 2020 Batal karena Corona, Ini Rinciannya