Idul Fitri di Tengah Pandemi COVID-19, Seperti Ada yang Hilang

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Lebaran tahun ini terasa sangat berat bagi Nindya, pekerja swasta di Jakarta yang tidak bisa pulang ke kampung halamannya di Malang, Jawa Timur.

Makna, momen, dan kehangatan dari perayaan Idul Fitri tahun ini hilang, menurutnya.

"Sekarang benar-benar sendiri di perantauan. Merayakan Lebaran sendiri dan rasanya seperti tidak ada Lebaran, seperti hari-hari biasa saja," kata Nindya kepada wartawan BBC News Indonesia, Minggu (24/05).

Nindya melaksanakan salat Idul Fitri sendirian di kamar kosnya. Setelah itu, Nindya menghabiskan momen-momen Lebaran dengan bersilaturahmi secara virtual melalui video telepon dengan keluarga.

"Ini pengalaman pertama karena tahun sebelumnya pasti pulang kampung dan bareng keluarga salat Id di masjid, lalu silaturahmi ke rumah keluarga. Sedih, sedih banget," ujarnya.

Pemerintah memutuskan melarang masyarakat melakukan salat Idul Fitri di masjid ataupun lapangan secara bersama-sama di ruang publik.

Adapu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan salat Idul Fitri di lapangan dan masjid. Syaratnya, salat itu dilakukan di kawasan terkendali atau yang bebas Covid-19.

Salat Idul Fitri, menurut MUI, juga boleh dilaksanakan di rumah secara berjamaah, bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), jika umat berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.

Sementara itu, di beberapa daerah, masih ada orang yang melaksanakan salat Id secara berjamaah di masjid ataupun lapangan walaupun berada di zona merah atau rawan penyebaran Covid-19.

`Sedih sekali: Salat Id dan Lebaran sendirian di kos`

Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi Nindya, seorang pekerja swasta di Jakarta. Perempuan kelahiran Malang, Jawa Timur itu kehilangan ayahnya, Maret lalu.

Belakangan, virus corona juga membuatnya tidak bisa bertemu dengan keluarganya di Malang, untuk merayakan Lebaran.

Nindya menghabiskan waktu perayaan Lebaran sendirian di kos. Ia mendengar suara takbir, melaksanakan salat Idul Fitri, dan bersilaturahmi dengan keluarga secara virtual di dalam kamar.

"Sedih, merasa sepi. Biasanya berkumpul, makan, saling cerita dengan keluarga, salat bersama-sama. Sekarang kegiatanya seperti biasa saja di kos. Tidak ada perbedaan, seperti tidak merasakan Lebaran, benar-benar sendiri, di perantauan sendiri," ujarnya.

`Salat Id di rumah mengurangi esensi Lebaran`

Sementara itu, bagi Lukman, pekerja swasta di Jakarta, salat Idul Fitri berjamaah di masjid atau lapangan adalah ritual penting di setiap perayaan Idul Fitri.

Namun tahun ini Lukman dan keluarganya menjalaninya di rumah di tengah pandemi virus corona.

"Seumur hidup saya, melaksanakan salat Id itu di masjid atau lapangan berjamaah. Tapi, kali ini jadi di rumah, sedih banget. Rasanya itu ada satu elemen penting Lebaran yang sakral hilang. Esensi Lebaran jadi sangat berkurang," kata Lukman yang pulang ke rumahnya di Bandung, Jawa Barat.

Lukman berkata, di lingkungan tempat tinggalnya juga melaksanakan salat Id di rumah masing-masing. "Rukun tetangga di rumah saya menyepakati untuk salat Id di rumah, dan masjid-masjid semua meniadakan salat Id," katanya.

Pemerintah larang salat Id di masjid dan lapangan

Presiden Joko Widodo melalui akun Instagramnya juga turut merasakan beratnya beban yang dihadapi masyarakat dalam merayakan Lebaran.

"Tak ada gelar griya (open house), mudik, atau salat Id di lapangan pada hari Lebaran tahun ini. Memang ini berat, tapi kita alami dan hadapi bersama-sama. Semoga pandemi ini segera berlalu agar kita dapat bertemu dan saling melepas rindu," tulisnya.

https://www.instagram.com/p/CAjSwrOhAOb/?utm_source=ig_embed

Pemerintah melarang pelaksanaan salat Id secara bersama-sama di masjid ataupun lapangan, dengan merujuk Peraturan Menteri Kesehatan 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Wilayah.

"Kegiatan keagamaan yang mengumpulkan orang banyak (seperti Salat Id) termasuk yang dilarang atau dibatasi," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

PP Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) meminta masyarakat mematuhi larangan pemerintah tersebut.

Wilayah yang melaksanakan salat Id berjemaah

Terdapat beberapa daerah yang tetap melaksanakan salat Id berjamaah di masjid atau lapangan, walaupun pemerintah telah berkali-kali menyampaikan larangan tersebut.

Masjid Roudhotul Falah di Jalan Dharmahusada, Surabaya, adalah salah satunya.

Dari pemantauan Roni Fauzan, wartawan di Surabaya yang melaporkan untuk BBC Indonesia, ratusan jemaah melaksanakan salat Id berjamaah sejak pukul 6.10 WIB. Terdapat beberapa orang yang tidak mengenakan masker, dan tidak mematuhi aturan jaga jarak.

Begitu juga dengan masjid lainnya di Surabaya, seperti Masjid Al Kautsar, Masjid At-Taqwa, Masjid Al Mu`id. Di ketiga rumah ibadah itu, terdapat beberapa orang yang mengabaikan aturan jaga jarak, sebagaimana dilansir Detikcom.

Lalu, di Masjid Babul Shalihin di Makasar juga tampak beberapa jemaah yang tidak menggunakan masker dan berdiri saling berdempetan dengan jemaah lainnya saat salat Id.

Di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang menjadi pusat penyebaran virus corona, masih ada masjid yang melaksanakan salat Id berjamaah seperti di Masjid Jami Nurul Islam di Jakarta Selatan, Masjid Jami Miftahul Huda, dan Masjid Jami Annawier Pekojan di Jakarta Barat.

Sementara itu Masjid Istiqlal di Jakarta resmi tidak menggelar salat Id berjamaah.

Beberapa masjid lainnya di wilayah sekitar Jakarta melaksanakan salat Id berjemaah, di antaranya Masjid Al Hidayah di Bekasi, dan Masjid Al Abror di Tangerang Selatan.

AFP
Ribuan orang mengikuti salat Idul Fitri di Masjid Islamic Center, Lhokseumawe, Aceh. Pemerintah pusat sebelumnya mendorong umat Islam melakukan salat Idul Fitri di rumah demi mencegah penyebaran virus corona.

Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Sabtu (23/05), mengumumkan 949 kasus baru sehingga total menjadi 21.745 kasus.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.351 pasien meninggal dunia. Sedangkan, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang sebanyak 5.249 orang.

`Tidak pakai masker kami imbau pulang`

Salah satu pengurus masjid di kawasan Surabaya Timur yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, masjidnya tetap melaksanakan salat Idul Fitri.

Namun ia mengklaim telah menekankan kepada jamaah untuk menaati aturan kesehatan yaitu mengenakan masker, membawa sajadah sendiri, tidak berjabat tangan, dan tidak melakukan komunikasi yang berlebihan dengan sesama jamaah.

"Saling menjaga dirilah. Nanti kita umumkan kalau (jemaah) tidak bawa masker atau sajadah kita imbau untuk pulang. Kita saling menghormatilah," ujar pengurus masjid tersebut.

Sementara Yani, warga di kawasan Surabaya Selatan, mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarganya memilih untuk melakukan salat Id di rumah dengan pertimbangan keputusan pemerintah dan anjuran ulama.

"Ya memang kita harus prihatin, mungkin lebaran saat ini tidak sama dengan lebaran-lebaran sebelumnya. Karena sebelumnya tidak ada wabah, tidak ada pandemi Covid-19 ini. Jadi kita bebas salat di luar ya. Itu lebih afdal."

"Kan kita juga karena musim pandemi ini, kita menghindari mudarat yang lebih besar. Dan kita juga punya pemimpin yang wajib kita patuh", ujarnya.

Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Eddy Christijanto, menyatakan Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan TNI-Polri untuk memantau dan mengawasi masjid-mesjid yang melaksanakan Salat Id dalam menjalankan protocol kesehatan.

"Petugas medis kita tetap di Posko terpadu. Ada tujuh Posko yang siap 24 jam. Personel keamanan, polisi maksimal, TNI juga maksimal, termasuk Satpol PP dan Linmas kita juga maksimal," ujarnya.

Di sisi lain, MUI Jawa Timur tidak melarang umat Muslim untuk menyelenggarakan salat Id berjemaah di masjid atau lapangan. Namun MUI memberikan sejumlah catatan.

"Untuk pelaksanaan salat Idul Fitri bisa kondisional. Apabila diselenggarakan di masjid atau di musala, maka perlu ada satu keseriusan untuk menegakkan disiplin protokol Covid-19," kata Sekretaris MUI Jatim, Ainul Yaqin.

"Kami mengimbau, di satu sisi kita bisa menegakkan syiar Islam, tapi satu sisi kita tetap menjaga diri dari bahaya penyebaran Covid, karena itu juga bagian dari ajaran agama", tuturnya.

Sebelumnya Pemerintah Jawa Timu mengizinkan pelaksanaan salat Idul Fitri berjemah di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. Namun, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono, mencabut surat izin tersebut.

Surabaya Raya dan Malang Raya di Jawa Timur hingga saat ini masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pada PSBB tahap kedua untuk di Surabaya Raya dan tahap pertama di Malang Raya, angka positif Covid-19 di Jatim mencapai 2.491 kasus per 20 Mei 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 243 pasien meninggal dunia.

AFP
Sejumlah umat Muslim di sebuah permukiman penduduk di Kota Gowa, Sulawesi Selatan, mengenakan masker saat melakukan salat Idul Fitri.

Fatwa MUI: Zona merah, salat Id di rumah

Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas menjelaskan mengenai isi dari Fatwa MUI tentang salat Id di tengah pandemi virus corona.

"Fatwa MUI itu isinya kalau seandainya di daerah kita tidak mungkin melaksanakan salat Id di lapangan, maka dilaksanakan di rumah dengan keluarga, dan diatur bagaimana cara sembayang di rumah," katanya.

Mengapa salat Id dianjurkan di rumah? Anwar berkata, dalam Islam terdapat lima filosofi utama, yaitu agama Islam itu sendiri, jiwa manusia, akal manusia, keturunan dan harta.

"Menyelamatkan diri dan jiwa itu hukumnya wajib dan menghindari bahaya harus didahulukan dibanding mengambil manfaat. Jadi jangan pergi dan berkumpul-kumpul di tengah virus corona yang akan mengancam keselamatan kita dan orang lain" katanya.

Anwar juga merasakan kesedihan dari banyak umat Islam yang melaksanakan Salat Id di rumah, bahkan harus jauh dari keluarga karena tidak bisa mudik, seperti yang diceritakan Nindya dan Lukman.

"Kesedihan kita akan mendapatkan nilai besar di sisi Allah, menjadi pahala yang besar, karena kita punya keinginan baik dan terbaik tapi situasi kondisi menghalangi itu," katanya.

Mengapa salat Id di lapangan berbahaya?

Dokter spesialis paru yang juga guru besar dari Universitas Indonesia, Faisal Yunus mengatakan kegiatan di ruang publik yang melibatkan banyak orang, seperti salat Id, berpotensi besar meningkatkan secara tajam penyebaran virus corona.

"Kita tidak tahu orang di sebelah kita terkena virus, kan ada orang tanpa gejala. Walaupun pakai masker, apalagi yang dipakai masker kain, bukan masker bedah yang perlindungan bagus, dan juga maskernya kadang tidak benar dipakainya, tidak efektif."

"Salat Id mungkin bisa diatur jaraknya berjauhan, tapi sebelum dan sesudah Salat kan ada bisa sampai ratusan orang yang mondar-mandir dan pasti bersinggungan. Di situlah penyebaran berpotensi terjadi," kata Faisal.

Jika yang tertular adalah mereka yang masih muda dan memiliki imun kuat, kata Faisal, mungkin tidak akan bermasalah.

Namun, ketika virus itu menempel di baju lalu dibawa pulang ke rumah atau bersilaturahmi dengan keluarga yang berusia lanjut atau memiliki penyakit dasar maka akan berbahaya.

"Proses dia berjalan, bertemu banyak orang, tidak pakai masker dengan benar, atau ada yang bersin, batuk, dan berbicara, lalu virus terhirup atau menempel ke baju yang bisa bertahan lama, dibawa ke rumah lalu menularkan ke orang tua yang selama ini melakukan isolasi mandiri. Itu yang ditakutkan," katanya.