Virus Corona: Nasib Mahasiswa Rantau di Tengah Covid-19

Sumber :

Selama kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), sebagian mahasiswa rantau di Jakarta dan sekitarnya kesulitan mencari makan dan data internet. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperpanjang masa kuliah selama satu semester untuk mencegah mahasiswa keluar dari kampus alias drop out (DO).

Dicky Hasby, mahasiswa angkatan 2015 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Banten sudah bulat tekad pulang ke kampung halaman di Cirebon, Jawa Barat.

Mahasiswa yang sedang mengurus proposal skripsi, merasa aman pulang kampung karena sudah berbekal nomor kontak petugas puskesmas setempat. Harapannya, kesehatan akan diperiksa sebelum berbaur dengan keluarga.

"Maksudnya yang khusus buat petugas penyakit ini. Jadi saya kira nggak terlalu waswas. Jadi sebelum masuk itu sudah ada pengamanan dari perangkat desa," katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/04).

Selain itu, kalau di kampung, Dicky juga tak perlu repot memikirkan makanan sehari-hari. Sebab, di sekitar asrama kampus toko-toko mulai tutup. "Kita ngerasa aman untuk logistik. Ya, toh di kampung sendiri, beda sama di kampung orang," katanya.

Sejak kampus mengeluarkan kebijakan pembelajaran jarak jauh, pertengahan Maret lalu, Dicky mengaku kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebelumnya, ia mengajar private komputer, tapi sudah tidak lagi setelah kebijakan pembatasan sosial berlaku. Sementara kiriman uang dari orang tua sudah disetop sejak tahun lalu.

"Udah jarang makan tiga hari sekali. Paling dua kali sehari. Kondisi belakangan ini ya, makin teratur. Makin teratur (makan) sehari sekali," katanya sambil tertawa miris.

ANTARA FOTO/Muhamad Ibnu Chazar
Mahasiswa jurusan farmasi Universitas Buana Perjuangan (UBP) membuatan cairan antiseptik pembersih tangan atau "hand sanitizer" dengan standar World Health Organization (WHO).

Bantuan dilakukan sporadis

Mahasiswa seperti Dicky saat ini dibantu Lembaga Sosial Kemanusiaan, Social Trust Fund (STF). Lembaga ini memberi makanan siap saji kepada mahasiswa UIN yang terdampak pandemi Covid-19.

Direktur STF, Amelia Fauzia mengatakan, lembaganya menyediakan nasi bungkus dengan lauk, sayur, buah dan vitamin, untuk siang dan sore bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Caranya, mahasiswa didata melalui formulir online, kemudian mereka bisa mengambil makanan tersebut ke warteg-warteg yang telah bekerja sama dengan model absensi dan tanda tangan.

Sejak formulir online pengaduan dibagikan 27 Maret lalu, mahasiswa yang melapor butuh bantuan ini terus melonjak.

ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH
Penyemprotan disinfektan di salah satu ruangan kampus IPB, Bogor, Jawa Barat.

"Sementara kita tutup di angka 615 (mahasiswa) kemarin...karena, dana kita juga masih terbatas, permohonan bantuan yang lain-lain, misalnya ada yang dana untuk berobat," kata Amelia kepada BBC News Indonesia.

Kata Amelia, mayoritas yang perlu dibantu merupakan mahasiswa rantau. Tinggal di kosan atau di asrama.

Amelia menambahkan, selain kebutuhan makanan, mahasiswa rantau juga memerlukan pulsa internet untuk menunjang pembelajaran jarak jauh. "Biasanya mereka nebeng di kampus, ada wifi kampus itu yang tak disadari. Ada wifi kampus, ada wifi kafe. Nah, mereka dulu hidupnya dari situ. Nah, ketika warung tutup, kampus tutup, nah mereka bagaimana?" katanya.

Selain itu, bantuan-bantuan seperti sembako juga diberikan secara mandiri dari masing-masing fakultas kepada mahasiswa rantau. Dananya berasal dari sumbangan perorangan maupun lembaga.

ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi
Aksi mahasiswa beberapa hari setelah pengumuman kasus pertama Covid-19 di Indonesia.

Mahasiswa rantau dipelihara saudara atau teman kosan

Untuk menyiasati pengeluaran yang besar lantaran kebijakan pembelajaran jarak jauh, mahasiswa rantau juga memilih tinggal bersama kerabat. Aribah Nur Hakim, misalnya.

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah sudah sepekan menumpang di rumah bibi-nya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. "Jadi kondisi saya di sini baik semua, masih tercukupi," katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/04).

Sebelumnya, Aribah tinggal di asrama kampus. Ia memutuskan tak kembali ke kampungnya di Cirebon, Jawa Barat karena khawatir akan terpapar virus selama di perjalanan.

"Kata ibu saya, kamu baik-baik saja di rumah bibi. Tapi siapa tahu di jalan kamu kena, terus kebawa ke rumah, terus nggak ada yang tahu. Jadi ya, keputusan dari ibu saya, sebaiknya agar di rumah bibi dulu," katanya.

Aribah juga bercerita saat ini uang saku yang dikirim dari kampung sudah mulai terlambat datang. "Saya sudah minta dari tanggal berapa, tapi sampai sekarang belum juga dikasih. Biasanya itu nominal sama. Lebih ke waktu saja telat," katanya.

Di kampus terpisah, mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Juju Junengsih juga memutuskan untuk tidak pulang kampung ke Kuningan, Jawa Barat. "Kalau di Kuningan sudah ditutup juga jalurnya. Wilayahnya ditutup. Jadi saya benar-benar tak bisa pulang," katanya saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (02/04).

Juju biasanya dapat kiriman beras dari kampungnya. Tapi sejak kebijakan pembatasan sosial berlaku, pengiriman beras terhambat, pengeluaran makan harian naik dua kali lipat.

Sebagai gambaran, Juju biasa hanya membeli lauk Rp10 ribu untuk makan tiga kali sehari. Sementara nasinya ia masak sendiri di kos.

Kini ia harus membeli nasi tiga bungkus sehari dengan harga total Rp12 ribu. "Nah, nasinya kan harus beli lagi, beli lagi," katanya.

Kadang, teman kos yang sudah bekerja berbaik hati berbagi makanan. "Kalau kita tidak punya makanan, dikasih gitu sama kakak-kakaknya," kata Juju.

ANTARA FOTO/Moch Asim
Mahasiswi Universitas Surabaya menunjukkan penyanitasi tangan buatan sendiri dari bahan lidah budaya.

Kampus jalin kerjasama dengan provider telekomunikasi

Pihak UNJ mengaku sedang mendata mahasiswa rantau yang saat ini terdampak pandemi virus corona. Juru bicara UNJ, Asma Irma mengatakan, saat ini bantuan langsung berupa sembako atau makanan siap saji sudah diberikan per fakultas.

"Data itu sudah masuk ke warek tiga (Wakil Rektor) melalui google form, siapa saja yang masih stay karena mungkin berhalangan untuk kembali karena jauh. Kemudian kita sudah koordinasi beberapa teman-teman di fakultas melakukan aksi sendiri," kata Irma kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/04).

Selain itu, UNJ juga sedang mengusahakan untuk bekerjasama dengan pihak provider telekomunikasi untuk memberikan pulsa internet kepada mahasiswa.

"UNJ sedang berupaya bekerjasama dengan provider entah itu Telkomsel, entah itu Indosat untuk dapat memberikan kuota gratis atau murah kepada mahasiswa untuk menunjang program PJJ masih berjalan," kata Irma.

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebagai langkah pembatasan sosial di tengah pandemi virus corona.

Kemendikbud andalkan gotong royong kampus

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi, Nizam mengatakan, saat ini program-program bantuan logistik untuk mahasiswa yang tinggal di kos sudah dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dan alumni.

"Beberapa perguruan tinggi sudah menyelenggarakan program-program bantuan logistik untuk mahasiswa kos, baik dalam bentuk sembako, maupun dapur umum. Dengan bergotong royong saling meringankan dan saling berbagi satu sama lain InshaaAllah kita bisa bersama-sama mengatasi krisis ini," kata Nizam melalui pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/04).

Nizam menambahkan, pihaknya telah menghubungi sejumlah vendor Internet agar dapat memberi akses gratis ke perguruan tinggi dan situs-situs pembelajaran yang telah bekerjasama. Dengan demikian akses mahasiswa ke sistem informasi kampus dilakukan secara gratis.

"Tapi kalau pembelajaran daring menggunakan platform umum seperti Zoom, Webex, dan lain-lain, ya tentu tidak gratis," katanya.

ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Patroli Satpol PP untuk kegaiatan belajar dari rumah sebagai langkah antsisipasi penyebaran virus corona.

Kebijakan anti Drop Out

Di sisi lain, Kemendikbud juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 tentang Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan.

Dalam surat ini, Kemendikbud memberi keleluasaan bagi perguruan tinggi memperpanjang masa belajar bagi mahasiswa selama satu semester di masa pandemi virus corona.

"Bagi mahasiswa yang pada akhir semester (genap) ini terancam Drop Out (DO), diberikan kebijakan perpanjangan (masa studi) satu semester. Seperti mahasiswa S-1 angkatan 2013/2014 yang berakhir masa studinya di semester ini. Tetapi bukan berarti serta merta semua mahasiswa diperpanjang satu semester. Ini untuk melindungi yang akan DO, diberikan kesempatan perpanjangan satu semester," kata Nizam.

Saat ini realokasi anggaran Kemendikbud tahun 2020 sebesar Rp405 miliar ditujukan untuk empat program penanganan Covid-19. Salah satunya program Gerakan 15.000 relawan mahasiswa kesehatan dalam melakukan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam pelayanan kepada masyarakat seperti call center, screening online, dan konsultasi kesehatan online.

"Sesuai semangat kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, maka keterlibatan mahasiswa sebagai relawan dalam usaha penanganan Covid-19 dapat dikonversi menjadi SKS," katanya.