Muhammadiyah Sebut RUU HIP Bisa Pecah Belah Persatuan

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir saat jumpa pers di Yogyakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Cahyo Edi

VIVA – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menolak pembahasan Rancangan Undang Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta agar pembahasan RUU tersebut tidak diteruskan lantaran tak membawa manfaat, sekiranya untuk saat ini.

"Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu urgent dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Haedar Nashir di Jakarta Pusat, Senin, 15 Juni 2020.

Muhammadiyah, lanjut Haedar, menilai bahwa secara hukum kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara sudah sangat kuat. Seyogianya, pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan berdasarkan pada asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

PP Muhammadiyah menilai, memasukkan Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang berkebudayaan ke dalam pasal RUU HIP tersebut mengabaikan Piagam Jakarta 22 Juni 1955.

"Kontroversi akan berkembang jika Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang berkebudayaan dimasukkan dengan alasan historis, maka tujuh kata dalam Piagam Jakarta juga dapat dimasukkan ke dalam pasal RUU HIP dengan alasan historis yang sama," kata Haedar.

Haedar menegaskan, jika pembahasan dipaksakan untuk dilanjutkan, berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif. Kemudian juga membuka kembali perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila.

"Kontroversi RUU HIP akan menguras energi bangsa dan bisa memecah belah persatuan, lebih-lebih di tengah negara dan bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 yang sangat berat dengan segala dampaknya," kata Haedar.