Praperadilan, Kuasa Hukum: Penetapan Tersangka Ruslan Buton Tak Sah

Sidang praperadilan Ruslan Buton, tersangka kasus ujaran kebencian.
Sumber :
  • VIVAnews/ Vicky Fajri (jakarta)

VIVA – Ruslan Buton, pecatan TNI, menjalani sidang praperadilan atas status tersangkanya dalam kasus ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 17 Juni 2020.

Dalam sidang yang mengagendakan pembacaan permohonan itu, Kuasa Hukum Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun menilai, penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Bareskrim Polri tidak sah. Sebab, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ruslan belum pernah diperiksa sebagai saksi lebih dulu.

Tonin juga mempertanyakan bukti penetapan tersangka terhadap Ruslan. Sebab, sampai saat ini belum pernah dilakukan gelar perkara oleh penyidik Bareskrim Polri.

"Secara kasat mata maka tersangka Ruslan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka oleh termohon, karena ia ditangkap tanggal 28 Mei 2020 berdasarkan surat perintah dengan status tersangka, dan telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 26 Mei 2020," ujar Tonin, saat membacakan permohonan praperadilan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Juni 2020.

Baca juga: Ruslan Buton Ajukan Praperadilan, Polri: Silakan Itu Hak Tersangka

Tonin melanjutkan, "Dengan demikian tidak terpenuhinya surat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang telah menjadi hukum dalam penetapan tersangka 'pemeriksaan calon tersangka dan minimal 2 alat bukti'. Makna 'dan' harus dipenuhi keduanya jika salah satu tidak dipenuhi maka menjadi dengan sendirinya tidak terpenuhi keduanya."

Kuasa hukum meminta kepolisian untuk memulihkan kembali nama Ruslan yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Cukup alasan tentang tidak sahnya penetapan tersangka akibat aspek formil tidak adanya dua alat bukti yang sah, yang dimiliki sesuai dengan laporan polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 saudara Aulia Fahmi dengan terlapor adalah Ruslan Buton dalam tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax)," kata Tonin.

Dalam gugatan ini sebagai pihak termohon adalah Presiden RI, Kepala Kepolisian RI, Kepala Bareskrim , dan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri.

Sebelumnya, Ruslan Buton ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo, dalam rekaman suara pada 18 Mei 2020. Dalam surat terbuka itu, Ruslan meminta Presiden Jokowi mundur.

Ruslan dilaporkan oleh seseorang bernama Aulia Fahmi. Dia  ditangkap aparat di kediamannya di Desa Wabula I, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton. Eks prajurit TNI ini dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Laporan Robin Fredy (tvOne, Jakarta)