Kajari Jakpus: Pinangki di Rutan, Tak Perlu Dicari Lagi Keberadaannya

Sidang Kasus Jaksa Pinangki
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Riono Budi Santoso menjelaskan alasan kenapa Jaksa Pinangki Sirna Malasari, terpidana kasus korupsi suap dari Djoko Tjandra belum dieksekusi dari Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

“Eksekusi tidak menjadi masalah mengingat yang bersangkutan berada di dalam rutan, sehingga tidak perlu dicari keberadaannya dan dijemput paksa,” kata Riono saat dihubungi wartawan pada Senin, 2 Agustus 2021.

Menurut dia, jaksa penuntut umum (JPU) ingin memastikan lagi apakah Pinangki benar tidak mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi hukuman penjara dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara tersebut.

Meskipun, kata dia, batas waktu Pinangki menggunakan haknya untuk mengajukan upaya hukum kasasi sudah lewat. Sehingga, statusnya sudah memiliki kekuatan hukum tetap alias inkracht.

“Kami sebelumnya memang harus memastikan yang bersangkutan benar tidak mengajukan permohonan kasasi dalam waktu yang diatur oleh UU. Putusannya sudah inkracht van gewijsde, mengingat sudah lewat waktu bagi yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan kasasi,” ujarnya.

Maka dari itu, Riono mengatakan pelaksanaan eksekusi terhadap Pinangki tinggal menunggu urusan administratif selesai. Namun, ia belum mengetahui kapan hal itu akan selesai sehingga bisa mengeksekusi Pinangki.

“Eksekusi terhadap yang bersangkutan untuk menjalani pidana penjara hanya menunggu selesainya urusan administratif. Kami tidak bisa menjanjikan waktunya,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman akan melaporkan Jaksa Agung ST Burhanuddin ke Komisi Kejaksaan (Komjak) atas perlakuan disparitas penegakan hukum terhadap Pinangki Sirna Malasari, terpidana kasus suap dalam pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.

Menurut dia, kejaksaan memberikan perlakuan istimewa terhadap Pinangki yang sudah dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun. Sebab, Pinangki sampai saat ini masih ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Padahal, Pinangki sudah berkekuatan hukum tetap statusnya.

“Pinangki seyogyanya harus dipindahkan ke Rutan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur. Kami mendesak Pinangki sebagai terpidana harus segera dieksekusi ke Rutan Pondok Bambu,” kata Boyamin.

Oleh karena itu, Boyamin bakal mengadukan kejaksaan yang belum mengeksekusi Pinangki kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia terkait dugaan perlakuan spesial terhadap penahanan Pinangki.

“Jelas kejaksaan melakukan disparitas penegakan hukum. Kami akan lapor Jamwas dan Komjak atas perkara ini. Saya menduga bahwa kekhawatiran bahwa ada hal yang sengaja ditutupin adalah benar adanya,” ujarnya.

Diketahui, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan terdakwa Pinangki. Putusan banding membuat hukuman terpidana kasus yang berkaitan dengan Djoko Tjandra itu, berkurang jauh dibanding putusan hakim pada tingkat pertama.

Hal itu tertuang di dalam Putusan 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa, 8 Juni 2021. Pada putusan tingkat pertama, Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman penjara 6 bulan.

Lalu, putusan tingkat banding memvonis hukuman terhadap Pinangki selama 4 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Jika denda tak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Artinya, lama hukuman bagi Pinangki turun 6 tahun dari sebelumnya.

Baca juga: Kejaksaan Bantah Beri Perlakuan Istimewa ke Pinangki