Refly Harun: Jangan Sampai Dipuji Mau, Dikritik Tidak Mau

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun saat berkunjung ke kantor VIVA di Jakarta
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

VIVA - Pengamat politik sekaligus ahli tata negara, Refly Harun, menyatakan bahwa kritik sama nilainya dengan pujian. Dia berharap pemerintah tidak hanya mau menerima pujian tapi juga kritik.

"Jangan sampai pemerintah dipuji mau, dikritik nggak mau," kata Refly dalam perbincangan dengan tvOne, Jumat, 13 Agustus 2021.

Refly menilai mural merupakan bagian dari kebebasan orang menyatkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Jika pun dilarang, maka alasannya harus teknis bukan politis.

"Apakah daerah tersebut daerah yang dilarang untuk dilakukan coret-mencoret, atau dibolehkan membuat mural itu. Bukan karena tekanan Istana," ujarnya.

Baca juga: Faldo Maldini: Lapar Kita Beli Makan, Bukan Cat

Terkait mural di Tangerang yang bertuliskan "Tuhan aku lapar" yang kemudian dihapus, Refly mengatakan bahwa publik harus memastikan terlebih dahulu apakah tempat yang digunakan untuk menuliskan mural itu diperbolehkan atau tidak. Baik yang berisi pujian maupun kritik.

"Kalau kritik dihapus, pujian tidak dihapus, maka ada inkonsistensi," katanya.

Refly melanjutkan jika larangan corat-coret berdasarkan perpektif lingkungan maka hal itu wajar. Yang tidak boleh, menurutnya, jika ada subjektifitas dari negara atau petugas di lapangan.

"Hal paling mudah direpsi adalah menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan," katanya.