NII, Ibu Kandung Kelompok Terorisme dengan Para Anggota Mesin Pembunuh

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Dua mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan organisasi yang didirikan 70 tahun lalu itu merupakan "ibu kandung" dari seluruh kelompok terorisme di Indonesia dengan para anggota yang menjadi "mesin pembunuh," ketika berpindah ke kelompok teror lain.

Dua mantan anggota NII, Ken Setiawan dan Al Chaidar, mengatakan hal ini menyusul penangkapan 21 anggota NII di Sumatra Barat dan Tangerang Selatan dalam beberapa minggu terakhir.

Mantan Komandan NII Ken Setiawan, mengatakan sebagai "ibu kandung" kelompok teroris di Indonesia, mereka berbaya karena bertujuan untuk menggulingkan negara yang sah. "Umat Islam harus tinggal di negara Islam, menggunakan hukum Islam. Mereka tidak bisa hidup beraneka ragam suku, agama dan budaya," kata Ken yang mendirikan NII Crisis Center kepada BBC News Indonesia, Selasa (12/04).

Beragam aksi teror di Indonesia yang dilancarkan baik oleh Jamaah Islamiyah (JI) hingga Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS memiliki kaitan dengan organisasi NII, dengan sebagian besar dari para pelaku teror adalah anggota NII.

"Banyak kasus terorisme bersumber dari NII yang anggotanya berganti baju menjadi JI, JAT, JAD, dan lainnya. Kebetulan yang di Sumatera Barat mengaku NII sehingga menunjukkan bahwa organisasi ini masih sangat aktif," kata Ken.

Sementara itu, pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII, Al Chaidar mengatakan banyak kelompok terorisme yang merekrut anggota NII, seperti pengebom dari kalangan NII di ring Banten, Bekasi dan lainnya.

"Banyak di antara mereka ketika berpindah ke JI, JAT, dan JAD, menjadi sangat militan, berbahaya, dan menjadi mesin pembunuh. Biasanya mereka pindah karena kecewa terhadap NII yang tidak bertindak," kata Al Chaidar.

Kepolisian menyebut, untuk di Sumatera Barat saja - mayoritas di wilayah Kabupaten Dharmasraya dan Tanah Datar - terdapat sekitar 1.125 anggota NII. Dari jumlah itu, 400 orang merupakan personel aktif.

Selain melakukan penangkapan, polisi juga menemukan 77 anak di bawah usia 17 tahun dicuci otak dan dibaiat untuk bersumpah kepada NII. Selain itu, terdapat 126 orang yang kini telah dewasa direkrut NII ketika masih berusia belasan tahun.

Polisi menyebut, NII memiliki keinginan untuk mengubah ideologi Pancasila hingga merencanakan aksi teror.

Reuters
Sejumlah anggota kepolisian mengevakuasi rongsokan sepeda motor yang terbakar akibat ledakan bom di depan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur

Di mana saja penyebaran NII?

Ken Setiawan menyebut, di Indonesia, NII memiliki sembilan komandemen wilayah yang tersebar di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan hingga Sulawesi, yang terus bergerak dengan cara yang beragam, termasuk dengan berbaur ke masyarakat.

"NII melakukan latihan militer tidak lagi di gunung, tapi mereka latihan menembak di organisasi menembak yang resmi, ada oknum," ujarnya.

Ken Setiawan menambahkan, mengutip data Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Garut, "Dari 42 kecamatan di sana, hanya satu yang belum kemasukan paham radikal NII karena adalah basis NU," katanya.

"Lalu di Lampung, Khilafatul Muslimin yang dipimpin mantan NII tersebar di 15 kabupaten, dan ada di setiap kecamatan," tambah Ken.

Menurut Ken, saat ini NII seperti sel tidur yang terus bergerak di bawah permukaan dengan menyiapkan amunisi untuk kemudian melancarkan ancaman.

"NII tidak pernah muncul ke permukaan, beda dengan HTI yang teriak khilafah dan turun ke jalan. NII tidak pernah mengatakan dirinya NII, bahkan dalam satu keluarga pun ada kasus tidak saling mengetahui," katanya.


`Cara NII merekrut, lewat les TOEFL gratis`

Kesaksian Dadang, bukan nama sebenarnya yang pernah mengikuti proses perekrutan NII

Tahun 2013, Dadang, tengah berkuliah di salah satu universitas terbaik di Jawa Barat. Ia mendapatkan tawaran menarik dari senior dan alumninya untuk mengikuti les TOEFL gratis. Ia pun diminta untuk mencari 10 teman mengikuti kursus tersebut.

Setelah terkumpul, mereka mendatangi sebuah rumah yang dijadikan tempat belajar. Ternyata di tempat itu, bukan hanya kursus TOEFL, tapi ada juga les aplikasi teknik penginderaan jauh atau GIS yang mahal dan itu gratis.

Saat itu, ia dan temannya tidak menaruh curiga karena para mentor adalah senior dan alumni yang memiliki kapabilitas, karier yang baik, dan bahkan ada yang bekerja di perusahaan BUMN.

Getty Images

"Tapi setelah selesai les, kita tidak dipersilahkan pulang, diajak diskusi tentang cita-cita, karier, uang, semua itu untuk apa, yang kemudian berujung ke spiritual dan agama," kata Dadang.

Beberapa kali berlangsung, jumlah peserta les menjadi berkurang karena merasa tidak nyaman dengan diskusi tersebut. Ditambah lagi, satu dari 10 rekan Dadang pernah memiliki pengalaman serupa saat di SMA dan menceritakan pengalaman itu ke mereka.

"Modusnya les persiapan perguruan tinggi yang ujung-ujungnya ke pemahaman tentang khilafah dan dia kasih tahu kami," katanya.

Kemudian, para senior dan alumni itu mengadakan mancakrida atau outbound kepada seluruh peserta di suatu villa. Dadang datang telat ke tempat tersebut.

Saat tiba pada jam makan siang, muka para peserta menjadi aneh dan berbeda. Lalu, ia bertanya.

"Ternyata teman bilang ke saya, di sela-sela acara, satu persatu dipanggil. Ditanya apakah anda percaya dengan sistem negara sekarang, dan memberikan persepsi bahwa negara tidak baik-baik saja. Dan menawarkan solusi sistem bernegara berbeda, dengan nilai-nilai Islam.

"Yang paling mengagetkan, di akhir, mereka diajak salaman untuk berbaiat. Teman-teman kurang mengerti saat itu, jadi setuju saja. Saya tidak berbaiat karena telat datang," ujarnya.

Beberapa hari kemudian, setelah baiat, para senior tersebut melakukan penetrasi yang semakin kencang. Namun, Dadang dan teman-teman mencari alasan untuk berhenti dan tidak berhubungan lagi dengan mereka.

"Saya memutuskan berhenti karena mereka menghendaki sisten negara Islam di Indonesia, menebarkan semangat pro-makar, menganggap negara ini gagal, dan lainnya," katanya.

Setelah berkomunikasi dengan dosen dan senior yang paham, Dadang mengetahui bahwa ia mengalami proses rekrutmen sebagai anggota NII.

Setahun terakhir ini, Dadang mendapat informasi bahwa para senior dan alumni tersebut masih melakukan perekrutan, kali ini dengan cara menyediakan asrama bagi mahasiswa yang tidak mampu.

"Apa yang dilakukan mereka itu sangat berbahaya karena dibangun dari pemikiran kritis dengan target orang berpendidikan tinggi yang nanti bukan poin terdepan. Tapi mesin-mesin baru yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan akses yang lebih besar untuk melawan," kata Dadang.

BBC News Indonesia juga pernah menuliskan kesaksian Yunita Dwi Fitri yang nyaris terjerumus dalam kegiatan kelompok Islam ekstrem yang menghalalkan kekerasan, Negara Islam Indonesia (NII).

Selengkapnya dapat dibaca: `Saya hampir jadi teroris`: Kisah perempuan yang `dicuci otak` agar bergabung kelompok Islam ekstrem.


Apakah NII berbahaya dan dan seberapa besar ancamannya?

Ken Setiawan mengutip pernyataan seorang putra Kartosewirjo - pendiri NII, bahwa diperkirakan terdapat dua juta pengikut aktif NII yang tersebar di Indonesia.

"Ibarat pohon, akarnya radikal dan buahnya teroris. Kalau radikal dibiarkan dan yang ditangkap cuma teroris, yang dipetik buahnya, akarnya tidak dicabut, maka selamanya terorisme akan tetap ada, setiap musim, pohon itu akan berbuah. Ini sangat berbahaya," katanya.

Sehingga menurutnya, NII adalah kelompok yang sangat mengkhawatirkan dan harus segera ditindak tegas karena mengancam kedaulatan bangsa dan negara.

"Saya mendorong negara untuk membuat regulasi tegas yaitu melarang semua paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan NKRI karena semua paham radikalisme bertentangan dengan Pancasila," ujar Ken.

Walaupun demikian, mantan anggota yang kini menjadi pengamat terorisme, Al Chaidar mengatakan keterlibatan langsung NII dalam aksi terorisme masih sangat terbatas dan kecil.

Menurutnya, NII adalah organisasi inferior, yang tidak punya kepercayaan diri yang ditunjukkan "ketika Syiah datang, mereka masuk Syiah, lalu Salafi, HTI, JI, FPI, dan lainnya mereka berpindah dan tidak punya percaya diri," katanya.

Untuk itu, Al Chaidar mengatakan, "tidak perlu menjadikan NII sebagai bintang atau yang ditargetkan, atau ditakuti karena jika dianggap sebagai momok, mereka akan besar kepala dan akan dengan mudah menggunakan efek tersebut untuk merekrut banyak orang," katanya.

Polisi: NII masif, terstruktur dan tersebar di Indonesia

Reuters
Warga berdoa saat peringatan 19 tahun tragedi bom Bali di Monumen Bom Bali, Badung, Bali, Selasa (12/10/2021).

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, jaringan NII sudah berkembang masif di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Jakarta, Tangerang, Jawa Barat, Bali, Sulawesi, Maluku, hingga Sumatera Barat.

"Proses perekrutan anggota NII digelar secara terstruktur dan sistematis. Untuk bergabung menjadi warga NII seseorang harus melalui empat tahap perekrutan yang disebut pencorakan, yaitu P1 hingga P4, selain itu setiap calon juga melalui tiga tahap baiat,"kata Ramadhan, Senin (11/04).

Ramadhan menambahkan, perekrutan NII dilakukan tanpa memandang jenis kelamin atau batas usia. "Terbukti dengan ditemukannya 77 orang anak dibawah umur 17 tahun yang dicuci otak dan dibaiat untuk sumpah setia kepada NII. Selain itu tercatat ada 126 orang lain yang saat ini sudah dewasa namun pernah juga direkrut saat masih usia belasan tahun," katanya.

Ramadhan menambahkan, kelompok NII berbahaya karena memiliki keinginan untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi lain, dan memiliki hubungan dengan kelompok teror di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Bali.

"Kemudian dari serangkaian rencana tersebut, adanya upaya serangan teror yang tertuang dalam wujud perintah, mempersiapkan senjata tajam disebut nama golok, dan mencari pandai besi," kata Ramadhan.

Polisi menangkap 16 tersangka teroris anggota NII di Dhamasraya dan Tanah Datar, Sumatera Barat, Jumat (25/03). Dalam pengembangannya, polisi kemudian menangkap lima tersangka NII di Tangerang Selatan.

"Para tersangka dalam keterangannya mengatakan anggota (NII Sumbar) mencapai 1.125 anggota, di mana sekitar 400 orang merupakan personel aktif dan selebihnya non-aktif," katanya.

Sejarah perkembangan NII

NII didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosewirjo beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, dengan organisasi bernama Darul Islam (DI).

Kartosewirjo dan pengikutnya melakukan pemberontakan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah hingga pada akhirnya tahun 1962, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Setelah itu NII pecah menjadi dua kelompok, yaitu NII Fillah yang setuju menghentikan kegiatan separatisme dan dekat dengan Orde Baru. Dan, NII Sabilillah yang meneruskan perjuangan Kartosewirjo dengan menyerukan perang fisik.

NII Fillah kemudian menjalin hubungan dekat dengan pemerintah setelah dirangkul oleh Ali Moertopo - tokoh intelijen zaman Soeharto.

"NII dipakai Ali Moertopo untuk memenangkan Golkar sejak tahun 1977. Hingga sekarang ada tiga faksi yang setidaknya dipakai pemerintah untuk melancarkan program politik," kata Al Chaidar.

Sementara itu, NII Sabilillah berkembang dengan sembilan faksi komandemen wilayah (KW) dari Priangan Utara, Priangan Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Aceh, Lampung, dan Jakarta raya.

Abdullah Sungkar, dan Abu Bakar Ba`asyir merupakan kader NII dari Jawa Tengah yang kemudian "ganti baju" mendirikan Jamaah Islamiyah (JI) yang kemudian menjadi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) - pelaku teror Bom Bali I, Bom Bali II, Bom JW Marriot, Kedubes Australia, dan aksi lainnya.

Kemudian, pada 2008, MMI terpecah dan terbentuk jaringan-jaringan teroris seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ISIS, dan Jamaah Ansharut Khilafah (JAK).

Jaringan-jaringan ini yang melakukan beberapa aksi teror dalam beberapa dekade terakhir.

[removed]!function(s,e,n,c,r){if(r=s._ns_bbcws=s._ns_bbcws||r,s[r]||(s[r+"_d"]=s[r+"_d"]||[],s[r]=function(){s[r+"_d"].push(arguments)},s[r].sources=[]),c&&s[r].sources.indexOf(c)<0 t=e.createElement(n);t.async t.src=c;var a=e.getElementsByTagName(n)[0];a[removed].insertBefore(t,a),s[r].sources.push(c)}}(window,document,>