Alasan Pollycarpus Baru Ajukan PK

Pollycarpus
Sumber :
  • Antara/ Rosa Panggabean

VIVAnews - Pengacara Pollycarpus Budihari Priyanto, M Assegaf, mempunyai alasan yang kuat kenapa mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan PK Mahkamah Agung yang menghukum kliennya 20 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Munir.

"Ada 3 alasan pengajuan PK. Pertama novum atau bukti baru. Kedua, kekhilafan hakim yang mengadili kasus Pollycarpus karena membuat kekeliruan yang nyata dan fatal. Ketiga, ada pertentangan pertimbangan hakim di tingkat banding dan kasasi ketika memutus perkara Pollycarpus," kata Assegaf di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 7 Juni 2011.

Diakui Assegaf, perkara yang membelit kliennya ini sejak awal sudah banyak hal yang menjadi kontroversi. "Awalnya Polly dituduh meracuni Munir dengan arsenik dalam perjalanan Jakarta ke Singapura, artinya locus keracunan terjadi di pesawat. Tapi sekarang katanya Polly meracuni Munir di Bandara Changi, Singapura. Ini kan sudah bergeser dan hakim tidak bisa membuktikan locus dan tempus, ini kan artinya dia harus bebas, Anda mau tanya ke ahli hukum siapa pun pasti harus bebas," ujarnya.

Dalam kasus ini, Assegaf juga melihat adanya pertentangan putusan hakim. Akhirnya Polly yang sudah menikmati kebebasan selama 1 tahun harus kembali ke dalam bui setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan Jaksa Penuntut Umum.

"PK dari JPU Kejaksaan Agung itulah juga yang kami protes keras. Berdasarkan Undang-undang hak PK hanya dimiliki oleh terdakwa atau ahli waris, bukan jaksa," kata dia.

Pollycarpus merasa lebih terdzolimi setelah Bagir Manan selaku Ketua MA dan Ketua Majelis PK pada waktu itu mengabulkan PK dari JPU Kejaksaan Agung. "Karena itu dia (Pollycarpus) memutuskan untuk tidak mengajukan PK sebelum Bagir Manan turun dari Ketua MA. Setelah Bagir turun baru kita semangat ajukan PK dan hari ini baru sidang perdana," jelas Assegaf.

Seperti diketahui, pada tahun 2005 Pollycarpus dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus pembunuhan Munir dan divonis 14 tahun penjara. Kemudian keputusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta yang menolak permohonan banding Pollycarpus pada April 2006. Namun di tingkat kasasi hukuman Pollycarpus dikurangi dan menjadi hanya 2 tahun penjara. (umi)