Walhi: Pembangunan PLTU Batang Hanya Untungkan Swasta

Konferensi pers gugatan PLTU Batang, Rabu 7 Oktober 2015.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.
VIVA.co.id
- Manajer Kajian Walhi Nasional, Pius Ginting, mengatakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang dilakukan karena kondisi darurat listrik dianggap tak berdasar. Sebab darurat listrik justru bukan untuk di Pulau Jawa tapi di luar Jawa.


“Untuk Jawa dan Bali kebutuhan listrik surplus 31 persen. Jadi tidak ada alasan mendesak untuk membangun PLTU skala besar di Pulau Jawa,” ujar Pius di Jakarta, Rabu 7 Oktober 2015.


Menurutnya, kalau PLTU dibangun di luar pulau Jawa misalnya seperti Sulawesi maka pembangunan PLTU bisa dibenarkan. Persoalannya pembangunan PLTU di Batang lebih cenderung pada pertimbangan keuntungan perusahaan.


Pertimbangan keuntungan bagi perusahaan swasta misalnya, keuntungan akan lebih besar karena pasar energi berada di Jawa. Tapi alasannya tidak hanya itu, ia menceritakan sejak 2013 permintaan ekspor batubara memang sudah menurun.


Akibat permintaan ekspor yang menurun, akhirnya perusahaan batubara di Indonesia mencoba menyelamatkan dirinya dengan mengalihkan pasar untuk keluar negeri menjadi pasar untuk dalam negeri. Sehingga ia menuding kepentingan pembangunan PLTU tak lain ditujukan untuk mengamankan pasar batu bara ini.


Sebelumnya, majelis hakim pengadilan tata usaha negara memutus gugatan administrasi yang diajukan warga Batang. Dalam putusannya majelis hakim menolak keseluruhan jawaban dari Gubernur Jawa Tengah dan PT PLN.


Tapi tuntutan warga agar SK Gubernur Jawa Tengah soal persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah sisa lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap tidak dikabulkan.


Kasus ini bermula saat PT Bhimasema Power Indonesia (BPI) yang bekerjasama dengan PLN mau membangun PLTU di Batang Jawa Tengah. Sebagian besar areal izin lahan sudah dibebaskan.

Tapi masih ada sebagian warga yang menolak tanahnya dibeli oleh BPI. Sejumlah cara telah dilakukan BPI untuk bisa membeli tanah warga. Tapi warga tetap tak mau menyerahkan. Akhirnya melalui PLN dan pemerintah, tanah warga dipaksa dibebaskan dengan terbitkan SK Gubernur. Alasan pembebasan lahan dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik demi kepentingan umum. (ren)