Mahasiswa Papua di Yogya Rawan Dimanfaatkan Separatis

Unjuk rasa massa pro Papua Merdeka dan pro NKRI di Yogyakarta.
Sumber :
  • Daru Waskita/ VIVA.co.id

VIVA.co.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua, Yanni, menemui para mahasiswa asal provinsi itu di Yogyakarta pada Selasa, 19 Juli 2016. Dia menemui para mahasiswa di asrama mereka di Jalan Kusumanegara, Kota Yogyakarta.

Yanni sengaja datang untuk mengonfirmasi seputar aksi unjuk rasa mahasiswa Papua yang dibarengi pengepungan asrama oleh aparat Kepolisian dan organisasi massa di Yogyakarta pada Jumat, 15 Juli 2016. Dia mengaku mendapatkan informasi yang simpang siur tentang peristiwa itu dari media sosial dan media massa.

Peristiwa itu, kata Yanni, turut memanaskan situasi politik dan keamanan di Papua. Gejolak politik di Papua sangat rentan dimanfaatkan kelompok separatis atau pihak asing yang menginginkan provinsi itu merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita tidak mau adik-adik kita ini ditumpangi kepentingan asing. Begitu pula di Papua, jangan sampai ada penunggangan kepentingan asing untuk melepaskan Papua dari Indonesia," kata Yanni.

Menurutnya, isu politik Papua sangat dinanti negara lain yang berkepentingan sehingga berbahaya bagi NKRI. Jika ada mahasiswa Papua yang melakukan tindak pidana, harus diproses hukum agar ada keadilan. Namun jangan semena-mena menangkap mereka.

Ia pun mengimbau kepada para mahasiswa asal Papua yang belajar di Yogyakarta agar tidak terlibat dalam politik. Para mahasiswa diminta belajar yang baik sehingga ilmu yang mereka dapat dapat diterapkan untuk kemajuan Papua.

"Kalau masalah politik dan ke depannya seperti apa, kita serahkan kepada Tuhan saja. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi," ujarnya.

Yanni mengaku memahami kekecewaan para mahasiswa itu ketika mereka pulang ke Papua dan menyerahkan dokumen tentang kejadian di Yogyakarta namun belum direspons DPRD setempat.

Mahasiswa kecewa

Keinginan politikus Partai Gerindra itu tidak mendapatkan sambutan baik dari para mahasiswa, karena dianggap hanya datang sendiri dan bukan tim DPRD. Padahal DPRD sudah berjanji menemui para mahasiswa dengan tim lengkap untuk kepentingan investigasi.

Roy Karomba, Koordinator Biro Politik pada Aliansi Mahasiswa Papua di Yogyakarta, mempertanyakan kepedulian DPRD Papua. Seharusnya, kata dia, wakil rakyat datang ketika para mahasiswa menyampaikan aspirasi dan dikepung ratusan polisi serta ormas.

"Harusnya wakil rakyat datang ketika para mahasiswa ini dikepung, tidak bisa makan, dan terancam keselamatannya," ujar Roy.

Permasalahan mahasiswa Papua di Yogyakarta bukan hanya saat peristiwa itu, namun sudah lama. Bahkan, ada mahasiswa yang meninggal akibat miras oplosan sebanyak sembilan orang, banyak mahasiswa yang diintimidasi, dianiaya, dan diperlakukan rasialis. Namun tim yang dijanjikan untuk memfasilitasi kesulitan mahasiswa Papua di Yogyakarta tidak kunjung terwujud.

"Sebagai wakil rakyat, Anda tidak memperjuangkan rakyat Papua. Mana janji yang diberikan," Roy mempertanyakan.

Tanpa dukungan pemerintah daerah, kata Roy, mahasiswa Papua di Yogyakarta tetap akan berjuang agar Papua bebas dari militer serta PT Freeport hengkang.

"Tindakan aparat Kepolisian dan ormas belum apa-apanya dibandingkan dengan tindakan militer di Papua, yang jelas-jelas melakukan pemberangusan hak dan aspirasi rakyat Papua," katanya. (ase)